JAKARTA (BOS)– Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, mengaku kecewa atas lambannya putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait kasus dugaan penghinaan Presiden Joko Widodo melalui Media sosial dengan terdakwa Yulianus Paonganan alias ‘Ongen’. Pasalnya, meskipun sudah lewat dari batas waktu, 14 hari kerja, namun hakim belum juga memutuskan perkara tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Chandra Saptaji saat dihubungi BeritaObserServer, Minggu (25/06).
“Ya, sampai saat ini, kami masih menunggu putusan perlawanan dari pihak terdakwa dari Pengadilan Tinggi Jakarta padahal sudah lebih 14 hari” kata Chandra yang juga merupakan salah seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain mengaku kecewa, Chandra juga menegaskan lambannya surat putusan dari PT DKI Jakarta, hal tersebut berdampak terhadap kepastian atau kejelasan kasus ‘Ongen’ itu sendiri.
“Ya, tentunya berpengaruh atas kepastian hukum terhadap terdakwa itu sendiri,”tandasnya.
Sebelumnya dalam putusan sela pada persidangan Selasa 10 Mei 2016 lalu, hakim mengabulkan eksepsi yang diajukan kubu Ongen, Majelis Hakim PN Jaksel akhirnya membebaskan Ongen, dari segala dakwaan jaksa batal demi hukum. Sehingga terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan.
Namun, kuasa hukum Ongen, Fahmi dari kantor pengacara Yusril Izha Mahendra, tetap mengajukan perlawanan (banding) ke PT DKI Jakarta.
Fahmi pun justru mempertanyakan wewenang PN Jakarta Selatan dalam mengadili perkara foto Jokowi dan Nikita.
Mantan Kajati Sumatera Barat yang sekarang berprofesi sebagai pengacara ini, bersikeras, PN Jakarta Selatan tidak bisa mengadili kliennya karena tak ada locus perkara yang jelas dalam kasus foto Jokowi dan Nikita.
Dalam kasus ini, Ongen adalah tersangka penyebar tulisan berunsur pornografi, yakni “#papadoyanl***e”, pada foto Presiden Joko Widodo dan artis Nikita Mirzani dalam akun Twitternya, @ypaonganan.
Penyidik Mabes Polri Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim langsung menetapkan Ongen sebagai tersangka atas tuduhan penyebaran konten berbau pornografi di media sosial pada Desember 2015.
Ongen dikenai pasal sangkaan yakni diduga melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf e juncto Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.
Selain itu, Ongen juga terancam melanggar Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar (BAR)