JAKARTA (BOS)– Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dalam waktu dekat akan menetapkan tersangka baru kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penjualan asset-asset (tanah-red) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta senilai Rp 150 Miliar
“Kita akan tentukan tersangka baru, setelah digelar ekpos dengan pimpinan. Kemungkinan ada tersangka baru tetap ada,” kata kepala seksi pidana khusus kejari Selatan, Yovandi Yazid saat dihubungi Senin (03/10).
Namun hingga kini, lanjut Yovandi, tersangka kasus penjualan asset milik pemrov DKI Jakarta masih 2 tersangka. Keduanya pun saat ini sudah dijebloskan ke Rutan cabang Salemba.
Terkait proses pemeriksaan lanjutan kasus penjualan asset pemrov DKI Jakata tersebut, saat ini sedang dilakukan pengukuran lahan dilokasi tersebut.
“Hari ini kita melakukan pemeriksaan dilapangan dengan melibatkan tim auditor dari BPKP untuk melihat objek tanah dan sekaligus klarifikasi tanah tersebutm termasuk klarifikasi kepihak pembeli tanah,”ujar Yovandi.
Selain itu, sambungnya, pihaknya akan meminta keterangan dari 7 orang saksi.
“Saksi yang akan dipanggil sebanyak 7 orang. Diantaranya mantan lurah grogol utara, pembeli termasuk Adinyoto. Pihak BPN selaku pihak pengukur tanah,”pungkasnya.
Sebelumnya, kepala seksi Pidana Khusus kejari jaksel, Yovandi Yazid SH, menjelaskan asset tersebut, diduga telah dijual tanpa mekanisme yang benar alias dijual tanpa prosedur yang jelas
“Di jual asset seluas 2.975 m2 yang seharus nya di peruntukan sebagai fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) ke pihak ke tiga,” ujarnya
Yovandi Yazid SH menjelaskan sebelum tanah tersebut di jual tahun 2014 kantor pertanahan wilayah Jakarta Selatan telah menerbitkan sertifikat hak guna bangunan
“Ya, Sertifikat HGB di buat oleh kantor pertanahan seolah-olah milik ahli waris bernama Rohani cs,” tegasnya
Kemudian, lanjut Yovandi, dengan diterbitkannya sertifikat HGB tersebut telah beralih kepemilikan terhadap hak atas tanah tersebut menjadi milik perorangan dan mengakibatkan hilangnya asset pemprov DKI Jakarta terhadap sebidang tanah tersebut.
Selanjutnya, para pemegang hak yang namanya tertera dalam sertifikat HGB kemudian menjual sebidang tanah tersebut kepada AH dengan harga 15jt/m (kurang lebih 38 milyar rupiah)
“Dijual beberapa hari setelah terbit sertifikat HGB sehingga telah beralih pula kepemilikan tanah tersebut kepada AH. Hingga saat ini terhadap tanah tersebut telah dijual kembali AH kepada pihak-pihak lain,”bebernya.
“Munculnya penerbitan sertifikat HGB oleh kantor pertanahan jakarta selatn tersebut dilakukan dengan tidak sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku sehingga mengakibatkan hilangnya asset berupa tanah milik pemprov dki jakarta dan menimbulkan kerugian negara sebesar kurang lebih Rp 150 milyar,”tandasnya (BAR)