
JAKARTA (BOS)–Dalam waktu dekat Kejaksaan Agung akan mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile8 Telecom.
“Saat ini kasus itu masih berproses,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Arminsyah di Jakarta, Rabu malam.
Arminsyah menegaskan, Sprindik baru yang akan dikeluarkan tersebut, ditujukan untuk dua tersangka yakni Komisaris PT Bhakti Investama Hary Djaja dan mantan Direktur Mobile8 Telecom Anthony Candra.
Selain itu, Arminsyah menambahkan, penanganan kasus yang menjerat 2 orang sebagai tersangka, bukanlah kasus Pajak, namun murni kasus pidana (Korupsi). Alasannya, dalam penyidikan, pihaknya menemukan adanya kerugian negara yang mencapai puluhan Miliar terkait pembayaran restitusi pajak perusahaan tersebut.
Pendapat senada juga dilontarkan, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan perkara PT Mobile8 Telecom bukanlah kasus pajak, melainkan murni tindak pidana korupsi, sehingga akan menerbitkan kembali surat perintah penyidikan (sprindik) kasus tersebut.
“Kejaksaan Agung bukan menangani kasus pajak,” kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat yang silam.
Dilain pihak, kubu PT MOBIL 8, melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea diberbagai media massa menegaskan kasus tersebut murni kasus Pajak. Artinya, Kejagung tidak berhak menanggani kasus tersebut.
Seperti diketahui, dalam sidang praperadilan, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani kasus tersebut mengabulkan permohonan pihak pemohon.
Dalam putusan praperadilan itu, hakim tunggal memerintahkan untuk menghentikan penyidikan kasus itu karena kasusnya lebih mengarah ke penyidik pajak.
Seperti diketahui, dari hasil penyidikan, tim penyidik Pidana Khusus dibawah pimpinan DR Arminsyah, menduga PT Mobile8 Telecom telah melakukan manipulasi atas transaksi penjualan produk telekomunikasi di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya PT DNK senilai Rp80 miliar selama 2007-2009.
Pada Desember 2007, Mobile 8 Telecom telah dua kali mentransfer uang masing-masing Rp50 miliar dan Rp30 miliar.
Kemudian, terjadi transaksi perdagangan pihak PT Mobile 8, invoice dan faktur yang sebelumnya dibuatkan purchase order yang seolah-olah terdapat pemesanan barang dari PT DNK, yang faktanya PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile 8 Telecom.
Pertengahan 2008, PT DNK kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan nilai total Rp114.986.400.000, padahal PT DNK tidak pernah bertransaksi sebesar itu, tidak pernah menerima barang dan bahkan tidak pernah melakukan pembayaran.
Diduga faktur pajak yang telah diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi-transaksi antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT DNK, digunakan oleh PT Mobile 8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada kantor Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta.
Selanjutnya, pada 2009 PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi sebesar Rp10.748.156.345, yang seharusnya perusahaan tersebut tidak berhak atau tidak sah penerimaan kelebihan pembayaran pajak tersebut (BAR)