JAKARTA (BOS)–Pasca dikabulkannya permohonan praperadilan yang diajukan Bupati Nganjuk Taufiqurahman terkait penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), langsung menyambangi gedung Bundar, Kejaksaan Agung guna menyerahkan berkas dugaan korupsi Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
“Ya kan harus kita laksanakan. Kan tidak ada upaya hukum lagi kan putusan dari praperadilan, berkas harus diserahkan ke kejaksaan, kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Rabu (13/09).
Ditegaskan Alexander, pelimpahan berkas tersebut bukan berarti selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Penyerahan berkas ini kan dalam rangka supervisi KPK,” tegasnya
Dilain pihak, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Warih Sadono, menyatakan pertemuan dengan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rangka penguatan kejaksaan dan KPK.
Terkait adanya pelimpahan berkas tersebut, Warih secara diplomasi mengatakan Bupati Nganjuk itu hanya salah satu dari diskusi yang ada terkait putusan praperadilan.
“Putusan praperadilan ini harus diserahkan, itu hanya salah satu dan kita akan diskusikan,”ujarnya.
Warih pun menegaskan pihaknya belum ada rencana untuk menghentikan alias SP3 perkara tersebut lantaran dalam sidang praperadilan, hakim tunggal mengabulkan permohonan pihak pemohon.
“Putusan praperadilan itu wajib kita hormati, jadi bukan SP3 karena memang putusan praperadilan wajib kita laksanakan. Tapi penyidikan oleh putusan praperadilan (KPK) tidak bisa dilanjutkan, nah ini kita lanjutkan, katanya.
Seperti diketahui, sejogjanya tim penyidik KPK telah menjadwalkan pemanggilan Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018 Taufiqurrahman sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi.
KPK pun menjerat Taufiqurahman dengan pasal sangkaan, yakni pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur mengenai penerimaan gratifikasi, dengan ancaman bagi pelaku yang terbukti adalah penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Taufiqurrahman juga menjadi tersangka dalam pengadaan lima proyek pembangunan dan perbaikan jalan di Kabupaten Nganjuk tahun 2009. Kelima proyek tersebut, pembangunan jembatan Kedungingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk.
Dalam kasus itu KPK menyangkakan pasal 12 huruf i UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada Taufiq (ANTONI)