JAKARTA (BOS)–Kordinator Forum Masyarakat Papua yang tergabung dalam Forum Peduli Keadilan (FKP), Dr Pdt Karel Phil Erari menilai kasus hukum yang menjerat mantan Gubernur Papua, Barnabas Saebu dalam kasus korupsi merupakan bentuk pendzoliman. Lantaran hal itulah, Karel mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan mengusut kasus tersebut secara terang benderang.
“Kami melihat adanya dugaan skandal kriminalisasi dan pendzoliman atas diri Barnabas Suebu,” kata Koordinator FKP, Pdt Dr. Karel Phil Erari kepada wartawan, dai Jakarta, Rabu (15/11).
Menurutnya, Barnabas merupakan tokoh yang dipercaya oleh masyarakat Papua. Lantaran hal itulah, sambungnya, teman-teman Barnabas Saebu yang tergabung dalam Forum Peduli Keadilan (FKP) serta penasehat Hukum Independent Barnabas Saebu menjelaskan bahwa pernyataan Barnabas usai uji materi remisi yang ditolak Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 7 November 2017 kemarin, yang mengaku menyesal Bergabung Dengan negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk kekecewaan yang mendalam Barnabas Saebu.
Bagaimana tidak, sambung Karel, tuduhan korupsi penerimaan suap Rp300 juta dalam pembangunan PLTA Danau Sentani yang dialamatkan Barnabas itu tidak memiliki bukti-bukti yang jelas.
“Bahkan jaksa penuntut umum (JPU) ketika itu tidak bisa menunjukkan dua alat bukti di persidangan. Namun, hakim tetap menghukumnya delapan tahun penjara,”tegasnya.
Pria paruh baya ini, menilai apa yang dialami Barnabas, merupakan perbuatan fitnah yang harus diklarifikasi lagi secara yuridis. Untuk itu, dalam waktu dekat, FKP berniat akan menemui Presiden Joko Widodo untuk menuntut keadilan.
Karel juga menambahkan, Barnabas Saebu pernah mengirimkan surat kepada presiden Jokowi terkait apa yang dialaminya tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
“Saya telah dihukum tanpa kesalahan dan tanpa dua alat bukti. Barnabas Saebu menyampaikan kepada presiden bahwa penghukuman seperti itu tidak saja merupakan kriminalisasi tetapi juga merupakan pelanggaran HAM dan pelanggaran terhadap Konstitusi serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya,”ujarnya.
Bahkan, lanjut Karel, dalam suratnya tersebut, Barnabas menyampaikan kepada Presiden Jokowi, bahwa dirinya mengalami perlakuan yang dirkriminatif.
“Perjuangan dan jasa-jasa beliau (Barnabas) untuk kejayaan NKRI ini sangat besar. Apalagi tuduhan korupsi itu sangat tidak mendasar,”pungkasnya.
Sementara itu, ketua Penasehat hukum Independent, Rinto Wardana Samaloisa, SH, MH menilai vonis 8 tahun penjara terhadap Barnabas merupakan skandal hukum yang patut diusut sampai tuntas terhadap para pihak terkait, baik KPK maupun majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum.
Terkait pernyataan Barnabas Saebu yang mengaku menyesal bergabung dengan NKRI, Rinto menegaskan pernyataan tersebut merupakan koreksi dan reaksi terhadap suatu ketidakadilan hukum terhadap seseorang yang merasa dikriminalisasi, dikriminalisasi dan dizolimi.
“Pernyataan menyesal bergabung dengan negara Indonesia tidak dapat ditafsirkan mengandung Separatisme,”tegasnya.
Menurut Rinto, Pengakuan Barnabas karena terlanjur percaya dengan sistem peradilan dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Penyesalan ini merupakan suatu Gugatan hukum terhadap proses hukum yang tidak adil bagi dirinya.
“Barnabas Saebu mengugat Indonesia, mengugat peradilan Indonesia yang snangat kotor, diskriminatif dan tidak adil terhadap dirinya dan karenanya dengan penuh kekecewaanya Barnabas Saebu menyesal menjadi bagian sebagai Warga negara Indonesia yang seharusnya diperlakukan dengan adil dimuka hukum,”pungkasnya.
Sebelumnya, Barnabas Suebu mengaku kecewa menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), setelah mengikuti sidang putusan ditolaknya uji materiil Undang-undang Pemasyarakatan, di Mahkamah Konstitusi.
“Saya sebagai orang Papua menyesal ikut bergabung ke NKRI. Di pengadilan saya juga tidak terbukti satu sen pun korupsi. Tapi saya masih didzolimi. Jadi saya menyesal (Jadi WNI),” katanya saat menanggapi putusan majelis hakim MK yang menolak permohonan uji materiil UU Pemasyarakatan.
Barnabas kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi. Karena putusannya bermakna memperkuat kelakukan yang diskriminatif terhadap warga binaan.
Sebagai warga binaan, Barnabas telah mengajukan uji materiil dalam upaya mencari keadilan untuk mendapatkan hak remisi.
Seperti diketahui, sejumlah terpidana tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, sebelumnya mengajukan permohonan uji materi UU Pemasyarakatan di Mahkamah Konstitusi.
Mereka berpendapat bahwa terjadi diskriminasi dalam menerapkan pemberian remisi bagi warga binaan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Karena itu mereka mengajukan uji materiil atas pelaksanaan UU Pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan nilai HAM.
Pemohon dalam perkara uji materi ini dintaranya adalah; mantan menteri agama Suryadharma Ali, advokat Otto Cornelis Kaligis, mantan ketua DPD Irman Gusman, dan Barnabas Saebu (ANTONI)