JAKARTA (BOS)–Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Yunan Hardjaka dan Asisten Pidana Khusus dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam menetapkan seorang pengacara yang sedang menjalankan profesinya, Dr. Drs. Mohammad Nashihan, SH, M.H sebagai tersangka tanpa menyebutkan pasal sangkaan.
“Ya, kami telah melaporkan Kajati, Aspidsus Kepuluan Riau ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim Mabes Polri) terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam menetapkan klien kami sebagai tersangka,”kata Kuasa hukum M. Nashihan, Philipus Tarigan dalam siaran presnya yang diterima Jumat (24/11).
Philipus Tarigan menjelaskan Yunan dan kawan-kawan dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri pada 16 November 2017 dengan nomor laporan Dumas/30/XI/2017/Tipidkor lantaran ada tiga hal yang dilakukan terlapor dianggap tidak jelas.
Menurut Philipus, pemaksa perkara perdata menjadi perkara tipikor itu terkait asal mula perkara, yaitu sengketa perdata antara Pemkot Batam dengan asuransi Bumi Asri Jaya (BAJ). Sengketa perdata itu terkait perselisihan beberapa uang premi yang harus dikembalikan BAJ kepada pegawai pemkot setelah membatalkan kerjasama.
“Sengketa perdatanya belum selesai tapi sudah ditarik ke ranah tipikor,”jelasnya.
Menurut Pilipus, pemaksaan perkara perdata menjadi perkara tipikor itu terkait asal mula perkara. Yaitu sengketa perdata antara Pemkot Batam dengan BAJ. Sengketa perdata itu terkait perselisihan berapa uang premi yang harus dikembalikan BAJ kepada pegawai pemkot setelah pemkot membatalkan kerjasama.
“Sengketa perdatanya belum selesai tapi sudah ditarik ke ranah tipikor,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Pilipus, pihak penyidik Kejati Kepri sepertinya menganggap dana premi yang dibayarkan Pemkot Batam untuk pegawainya kepada BAJ sebagai uang negara. Oleh karena itu Nasihan lalu dipersangkakan melanggar UU Tipikor.
Padahal dana premi tersebut, sambungnya, bukan uang negara. Sebab berasal dari potongan gaji para pegawai Pemkot Batam.
Untuk memastikan status dana premi itu, Pilipus mengaku telah meminta pendapat ahli keuangan negara Dr Dian Puji.
Menurut keterangan pakar tersebut, asuransi PNS dan tenaga honorer Pemkot Batam dipotong dari gaji.
Philipus menilai hal tersebut tidak memenuhi unsur keuangan negara seperti dimaksud Pasal 1 angka 14 dan 15 Peraturan Pemerintah (PP) No.37/2009, karena tidak dibayar dari kas daerah/negara, melainkan dibayar dari gaji yang seharusnya diterima para pekerja.
“Seperti kita ketahui di berita-berita, Kejati Kepri menuduh klien kami mengambil dana premi itu. Tuduhan ini karena belum diuji di pengadilan tentu dalam bahasa awam bisa disebut kebenaran sepihak. Anggaplah kebenaran sepihak ini benar. Jika dana premi bukan uang negara, mengapa penyidik menjeratkan klien kami dengan UU tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Sedangkan soal sprindik, Pilipus memaparkan bahwa pada 17 Juli 2017, Kepala Kejati Kepri menerbitkan Sprindik No. Print-204/N.10.1/fd.1/07/2017 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dua hari kemudian yaitu 19 Juli 2017, Kepala Kejati Kepri menerbitkan Sprindik No. Print-205/N.10.1/fd.1/07/2017 tentang Tipikor.
“Kok Sprindik TPPU lebih dulu terbit dari Sprindik Tipikor yang menjadi pidana pokoknya. Bagaimana mungkin penyidik tahu ada pidana pencucian uang sebelum tahun pidana pokoknya,” tanya Pilipus.
Sementara itu penyalahgunaan wewenang ketiga terkait penerbitan Sprindik Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 yang bersamaan dengan penetapan Nashihan sebagai tersangka. Dalam sprindik itu tak dicantumkan sangkaan pasal yang dilanggar Nashihan. Termasuk dalam surat panggilan sebagai saksi maupun tersangka.
“Ini soal hak informasi dan kepastian hukum. Kalau tak dicantumkan tak ada kejelasan mengenai tuduhan pelanggaran terhadap klien kami,” ujarnya.
Selain itu, penetapan tersangka terhadap kliennya, Pilipus menilai hal tersebut sangat bertentangan dengan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan No.97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel yang telah menjadi yurisprudensi dan putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.
“Dimana penetapan tersangka bersamaan dengan penerbitan Sprindik tidak sah. Sebab penetapan tersangka tidak didasarkan pada bukti hasil penyidikan yang sah,”pungkasnya.
Seperti diketahui, perkara Nashihan bermula dari sengketa perdata Pemkot Batam dengan PT BAJ terkait besaran premi yang harus dikembalikan kepada pegawai pemkot setelah Pemkot Batam membatalkan kerjasama dengan BAJ.
Pemkot Batam diwakili jaksa pengacara negara (JPN) M Syafei dari Kejaksaan Negeri Batam. Sedangkan BAJ diwakili kuasa hukumnya Nashihan.
Dalam proses mediasi itu, dua pihak kemudian sepakat untuk sementara sebanyak Rp55 miliar uang premi dikembalikan kepada pegawai. Uang itu lalu disimpan di rekening bersama kuasa hukum BAJ dan JPN.
Penyimpanan uang itu dipandang Kejati Kepri sebagai tindak pidana. Nashihan dan Syafei lalu dijadikan tersangka kasus korupsi (BAR)