JAKARTA (BOS)–Ketua Majelis hakim yang menangani kasus dugaan penipuan dan penggelapan sebesar Rp 990 juta dengan terdakwa Wage Ardi Wirawan, Popop Rizanta Tirtakoesumah menyarankan kepada kedua belah pihak yang berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Timur agar kasus tersebut sebaiknya diselesaikan secara damai.
“Saya sarankan kepada kedua belah pihak, sebaiknya kasus ini diselesaikan secara damai saja. Itu lebih baik,”kata ketua majelis hakim Popop Rizanta sebelum menunda jalannya sidang lanjutan Senin (04/12) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, lantaran istri terdakwa meninggal dunia.
Hal tersebut terungkap pada sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp990 juta milik korban pelapor, Suhartini dengan terdakwa direktur PT Walau Bengkulen, Wage Ardi Wirawan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Menyingkapi saran yang dilontarkan ketua majelis hakim, kuasa hukum terdakwa, Rudi Pajar mengaku sependapat dengan usulan hakim. Namun, hal tersebut akan disampaikan kepada kliennya, Wage Ardi yang tidak hadir dimuka persidangan.
“Saya akan menyampaikannya ke klien kami,”kata Rudi Pajar saat ditemui di Pengadilan.
Terkait tudingan kliennya menipu atau menggelapkan uang korban pelapor, Rudi Fajar membantahnya.
“Klien kami hanya mengakui meminjam 500-600 juta saja,”kata Rudi
Dilain pihak, korban pelapor Suhartini mengaku dirinya juga bersedia berdamai dengan pihak terdakwa asal sisa kekurangannya dibayar secepatnya.
“Kalau mau berdamai ya saya terima. yang penting kerugian saya harus dibayar secepatnya,”tukasnya.
Suhartini menuturkan kasus yang dialaminya berawal dari pertemanan kakaknya Dessy dengan terdakwa Wage Ardi Wirawan. Dessy merupakan sahabat Wage saat masih sekolah di SMP di Bengkulu. Dessy pun sempat bekerja atau membantu di perusahaan milik terdakwa.
Singkat cerita, Suhartini pada akhirnya mengenal terdakwa Wage.
Menurut Srihartini suatu hari, tepatnya sekitar November atau Desember 2010, terdakwa menelepon dan menyampaikan kepadanya bahwa dirinya memerlukan dana untuk keperluan proyek yang sedang dikerjakan perusahaannya.
“Saya akhirnya sempat berkunjung ke kantornya. Saat itu terdakwa menunjukan kontrak-kontrak dan PO2 kepada saya. Wage pun minta untuk mencarikan dana untuk proyek tersebut kira-kira Rp 1 miliar. Tadinya saya tidak tertarik, tapi karena Wage berusaha menyakinkan saya dengan memberi kompensasi dan dananya tidak sekaligus, saya bersedia menitipkan dana tersebut,”ujar Suhartini.
Apalagi, sambung Suhartini, Dessy yang merupakan kakak kandungnya sering membantu Wage di kantor tersebut.
Karena itulah, lanjut Suhartini, dirinya selalu memenuhi permintaan uang yang disampaikan Wage secara tunai melalui perantara Dessy dan ada juga yang ditransfer ke perusahaan milik terdakwa. Itupun dengan syarat uang yang diterima Wage dan sekretarisnya harus disertai surat perjanjian.
Selain melalui Dessy, Suhartini juga mengaku dirinya pernah menyerahkan uang tunai Rp40 juta kepada terdakwa di Living World Alam Sutera di restouran Sate House Senayan.
Menurut Suhartini uang yang dia titipkan ke terdakwa merupakan uang hasil jerih payahnya selama ini. Bahkan ada juga uang milik sahabatnya yang sempat ia pinjam sebesar Rp 100 juta. Namun uang tersebut segera dia lunasi lantaran terdakwa tidak pernah memenuhi janji-janjinya untuk segera melunasi hutang-hutangnya.
Adapun total uang yang diterima terdakwa hampir mencapai Rp 990 juta. Baik yang diserahkan kepada terdakwa maupun transfer ke perusahaan dan juga kepada perusahaan rekan terdakwa, Bhakti.
Suhartini menegaskan dirinya mengikuti kemauan Wage terkait penyerahan yang diwakili Dessy dan transfer merupakan kemauan Wage sendiri.
“Semua itu atas instruksi terdakwa,”ujarnya.
Menurut Suhartini terdakwa tidak punya itikad baik. Pasalnya, terdakwa pernah berjanji untuk mengembalikan uang titipan yang tertera di surat pernyataan tanggal 13 Agustus 2011 berupa 1 lembar cek senilai Rp520 juta tidak terlaksana karena uang titipannya terpakai. Padahal, terdakwa bilang hanya untuk jaminan proyek di Bank. Jadi hanya dipakai 1-3 bulan saja dan uang tersebut dapat dicairkan.
Kemudian, janji yang kedua, diberikan 2 lembar cek (april-juli 2012), namun lagi-lagi tidak bisa dicairkan karena tidak ada dananya. Termasuk terdakwa janji akan melunasi setelah rumahnya laku terjual. Namun setelah rumah tersebut terjual, terdakwa kembali tidak memenuhi janji-janjinya.
Tidak terima dirinya dipermainkan, Suhartini pun langsung melaporkan Wage ke Polda Metro Jaya. Wage pun mau memberikan tanah di Puwakarta dan di Bogor. Itupun harga tanahnya merupakan kesepakatan sepihak. Bahkan surat kepemilikan tanah masih dalam bentuk AJB, belum dalam bentuk Sertifikat sesuai yang dijanjikannya.
Atas perbuatannya, Wage Ardi Wirawan didakwa Jaksa Penuntut Umum, Sorta dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dengan pasal sangkaan 378 dan 372 terkait check kosong (TONI)