JAKARTA (BOS)–Jaksa Agung, HM Prasetyo diminta untuk menindak tegas oknum Jaks Tak terima dirinya ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan yang bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Ranai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau terkait laporan seorang warga Bandung yang diduga menjadi korban kriminalisasi Undang-Undang (UU) ITE, Marolop Santosa Sagala.
“Saya sudah mengadukan kesewenang-wenangan oknum jaksa yang telah menahan klien kami, padahal masa penahanannya sudah berakhir pada 9 Desember 2017,” kata kuasa hukum Marolop Santoso Sagala, Rapen Agustinus Mangatur di Jakarta, Rabu (10/01)
Rapen menegaskan ulah oknum Jaksa yang diduga sewenang-wenang meminta tanda tangan sari kliennya yang saat itu, masa penahananya habis. Tidak ingin, Marolop bebas demi hukum, oknum Jaksa sempat mendatangi rutan dan memaksa Marolop agar menandatangani surat perpanjangan masa penahanan.
Untuk diketahui, masa penahanan di kejaksaan sudah berakhir 20 hari pertama bisa diperpanjang sampai 30 hari berikutnya asalkan ada permintaan dari jaksa penuntut umum.
“Namun faktanya tidak ada surat perpanjangan penahanan,” katanya.
Bahkan, oknum jaksa itu memaksa kliennya untuk menandatangani perpanjangan penahanan di saat perkara itu sudah berlangsung di pengadilan. “Sidang pertama sudah digelar pada 28 Desember 2017 di Pengadilan Negeri Kelas II, Kabupaten Ranai, Pulau Natuna, kemudian sidang kedua pada 4 Januari 2018 namun ditunda karena JPU tidak hadir. Saat penundaan itu, klien kami didatangi oleh jaksa itu dipaksa untuk menandatangani perpanjangan penahanan,” tegasnya.
Oknum jaksa tersebut bisa dikatakan sudah menyalahi prosedur dan seharusnya Marolop Santosa Sagala dibebaskan karena tidak adanya perpanjangan penahanan.
“Kami juga sudah melaporkan kepada Komisi Kejaksaan (Komjak) termasuk tembusan kepada Kapolri, agar pengawasan Kejagung memeriksa oknum jaksa, karena ada kejanggalan penanganan perkara itu,” katanya.
Rapen juga menyebutkan kliennya tiba-tiba dijemput paksa dari tempat tinggalnya di Jalan Mekar Sari Nomor 46, RT 005/RW 017, Kelurahan Babakan Sari, Kecamatan Kiara Condong, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat pada 22 September 2017.
“Kemudian pada 23 September 2017 ditahan Polda Kepulauan Riau,” katanya.
Kuasa Hukum Marolop Santosa Sagala mengungkapkan pihak keluarga dan juga korban kriminalisasi aparat yakni Marolop Santosa Sagala tidak tahu menahu hal apa yang dituduhkan kepadanya, sehingga harus dibawa paksa dan dikurung di dalam sel di pulau terpencil dan terisolir Pulau Natuna.
Diduga dalam kasus itu ada unsur kesengajaan terkait hutang piutang dengan penyebaran konten video porno. “Klien saya itu tidak tahu menahu dengan konten porno itu, karena di iphone miliknya tidak ada aplikasi WA,” katanya.
Nomor telepon seluler milik kliennya itu, kata dia, diduga disalahgunakan oleh pelapor dan diduga lebih tertuju kepada soal utang piutang antara kliennya dengan pelapor sebesar Rp400 juta.
“Pelapor itu ditagih utangnya Rp400 juta tapi justru berbalik dilaporkan dengan penyebaran konten video porno,”ucapnya
“Tidak ada video porno si Pelapor yang disebar klien saya. Tidak tahu juga dari mana asal muasal video itu tersebar. Sudah di-cross check semuanya, tidak satu pun yang menunjukkan adanya dugaan bahwa urusan persoalan ITE yang dilaporkan si Pelapor itu dilakukan oleh klien saya, tidak ada, Ini murni kriminalisasi, entah motif apa sehingga klien saya menjadi terdakwa,”pungkasnya (BAS)