JAKARTA (BOS)–Untuk yang kedua kalinya Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir kembali diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau, Selasa (31/07).
Sebelumnya pada Jumat (20/07) yang silam, Basir juga digarap penyidik KPK untuk tersangka yang sama yakni Johannes Budisutrisno Kotjo, terkait kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Kali ini pun Sopyan Basir juga diperiksa sebagai saksi untuk untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo.
“Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan PLTU Riau-1,” kata juru Bicara Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (31/07).
Febri juga menambahkan pihaknya akan memeriksa Philip Rickard sebagai saksi untuk tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih Yang terkenal OTT saat berada Di rumah Dinas Menteri Sosial, Idrus Marham.
Perlu diketahui pada pemeriksaan yang lalu, Sofyan Basir sempat dicecar Penyidik mengenai pengetahuannya dalam kasus korupsi proyek PLTU yang melibatkan pengusaha dan anggota DPR.
Termasuk mengenai sejumlah barang bukti yang disita penyidik dikediamannya dan kantornya digeledah.
Sebelumnya, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
KPK juga menetapkan seorang pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, yang diduga menjadi pihak pemberi suap.
KPK telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.
Selanjutnya pada Jumat (13/07), tim penyidik KPK langsung mmengamati adanya penyerahan uang dari sekretaris Johannes Budisutrisno Kotjo, Audrey Ratna Justianty kepada Eni Maulani Saragih, melalui Tahta Maharaya di lantai 8 gedung Graha BIP.
KPK menduga, Eni menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan komitmen fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt itu.
Diduga, uang suap tersebut diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus (BAR)