JAKARTA (BOS)–Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) Kejaksaan RI mendapat penilaian positif sebagai percontohan zona integritas (ZI) menuju wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM).
“Pondasi pembenahan sumber daya manusia di Kejaksaan Agung terletak pada Badiklat. Saya optimis dengan berpredikat percontohan zona integrasi, WBK, dan WBBM, Badiklat Kejagung akan mencetak jaksa-jaksa yang memiliki integritas tinggi,”kata anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Dia juga optimis dengan adanya zona integrasi, WBK, dan WBBM di Badiklat Kejaksaan RI akan berimbas pada semakin kuatnya mental para jaksa untuk tak terjerumus rayuan para koruptor untuk meringankan kasus yang ditangani.
Selain Badiklat Kejaksaan RI dan satuan kerja pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, calon penerima predikat WBK yaitu Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Kejari Belitung, Kejari Situbondo, Kejari Gianyar, Kejari Tanah Datar, kejari Lampung Utara, Kejari Bantul, Kejari Surabaya, Kejari Hulu Sungai Tengah, Kejari Jakarta Selatan dan Kejari Deli Serdang.
Sebagai mitra kerja di parlemen, Sahroni menilai dengan masuknya 13 unit di bawahnya sebagai calon peraih predikat WBK membuktikan secara nyata upaya berbenah jajaran Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Jaksa Agung M Prasetyo. Dirinya berharap dan optimis seluruh unit kerja di bawah Kejaksaan Agung dapat bersih seluruhnya dari korupsi.
“Capaian predikat WBK menjadi bukti nyata pembenahan jajaran Kejagung dari tindak pidana korupsi. Saya berharap Kejagung tak berpuas diri dengan capaian WBK di jajarannya. Kinerja harus terus semakin baik dan menjadi prioritas utama kejaksaan agung untuk bisa mendapatkan WBK ke semua Kejati dan Kejari dimanapun berada,” kata Sahroni.
Sebelumnya Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan, Muhammad Yusuf Ateh, saat melakukan pengecekan ke Kejati Bali 6 November lalu mengatakan, untuk menjadi percontohan dalam pelayanan publik, aparat penegak hukum harus bersikap transparan, tanpa pungli, calo ataupun berbagai permintaan aneh dalam penanganan suatu perkara.
Yusuf menekankan Kejati Bali harus membuat masyarakat atau pencari keadilan nantinya bisa menerima informasi transfaran, mendapatkan petunjuk, termasuk ruangan yang transfaran, sehingga mereka merasa nyaman.
Salah satu alasan dipilihnya Kejati Bali sebagai calon peraih predikat WBK disampaikan Yusuf karena ada ya komitmen bersama antar kejaksaan dalam penegakkan hukum. Kejati Bali juga diketahui tengah membangun transparansi di riangan penyidik di kantor kejaksaan.
Yusuf berharap selain transparansi pemeriksaan, ruang penyidikan juga dilengkapi kamera sehingga penyidik bisa dipantau oleh pimpinan kejaksaan (BAR)