JAKARTA (BOS)–Lembaga Antirasuah kembali memanas. Pasalnya jika rencana pengangkatan sejumlah Penyidik Independen di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut benar-benar terjadi, tidak menutup kemungkinan penyidik yang berasal dari Korps Kepolisian bakalan berkurang. Hal tersebut tentunya bisa berdampak kurang baik lantaran selama ini penyidik yang bertugas di KPK berasal dari Kepolisian. Meskipun KPK diijinkan untuk mengangkat penyidik dari independen.
Menyingkapi hal tersebut Direktur Center Budget of Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menduga pengkatan sejumlah penyidik independen di KPK terjadi lantaran adanya ego kelembagaan dan ego sektoral yang tumbuh di KPK.
“Ya memang dari dulu itu problem kita, ego kelembagaan dan ego sektoral selalu ada. Itu yang menjadi gesekan-gesekan internal,”kata Uchok Sky Khadafi selaku pembicara diskusi “Penyidik Independen: Awal Gesekan KPK Vs Polri dan Kejaksaan?” yang digelar oleh Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka)” di Jakarta Selatan, Senin (06/05).
Uchok Sky Khadafi menegaskan jika gesekan terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin bisa mengganggu kinerja lembaga anti rasuah dalam menangani tindak pidana korupsi.
“Seperti penangkapan di daerah, ngapain nangkapin (pelaku korupsi) di daerah, kalau pengembalian uang negara tanpa ada timbal balik untuk apa,? Itu pasti rugi, singgung Uchok seraya mengulas uang penanganan di KPK mencapai Rp 100 juta per kasus.
Menurut Uchok gesekan-gesekan yang ada bukan tak bisa diredam di internal KPK. KPK, menurutnya, masih bisa menyelesaikan persoalan yang tentunya dengan melibatkan lembaga yang selama ini berpihak di dalamnya seperti, Polri dan Kejaksaan.
“Seharusnya ego ini bisa diredam dengan diskusi internal, tapi kadang-kadang yang saya takutin ego ini muncul dari misi penugasan masing-masing lembaga ini,”tegasnya
Ditempat yang sama pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai gesekan itu akibat perspektif sosilogis di lembaga penegak hukum itu. Apalagi, lanjutnya, KPK sudah berganti-ganti generasi sejak didirikan pasca reformasi 20 tahun lalu.
“Perspektifnya sosiologis seolah penyidik sekarang lebih baik. Padahal, itu ego, seolah tidak ada,”bebernya.
Gesekan di internal KPK, sambungnya, bukan kali pertama terjadi. Apalagi, ada dua lembaga penegak hukum lainnya yang ikut masuk di dalamnya sejak lembaga anti rasuah itu didirikan.
“Kejaksaan sebelum ada KPK selalu ribut dengan polisi, soal penanganan korupsi kemudian macet, maka munculah KPK dan MK. Sekarang pun demikian,”paparnya
Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Nasional, Umar Husain meminta masyarakat untuk mendukung pemberantasan korupsi oleh semua lembaga manapun, baik itu KPK, Polri maupun Kejaksaan.
Dia juga mengusulkan agar KPK yang saat ini menjadi tumpuan pemberantasan korupsi bisa memiliki lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja mereka.
“Semua lembaga perlu ceck and balance, karena orang cenderung tidak ada batasan dalam melakukan fungsi dan tugasnya. Bukan diartikan untuk melemahkan namun agar KPK selalu berada di dalam koridor,” kata Umar sambil menambahkan lembaga pengawas itu bisa diisi oleh tokoh yang dipercaya masyarakat.
“Semua harus diawasi dan tidak boleh ada lembaga yang tanpa Pengawasan,” pungkasnya (REN)