JAKARTA (BOS)–Jaksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung, periksa 13 orang saksi kasus dugaan korupsi pada PT Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sekitar Rp13,7 Triliun.
Secara rinci ketiga belas saksi yang telah diperiksa penyidik di gedug bundar, adalah liima karyawan PT Hanson International yang saat ini sedang menjalani pemeriksaan digedung bundar, Kejagung, Jl Sultan Hasunudin, Jakarta Selatan, Selatan, Senin (27/01), Rita Manurung, Maya Hartono, Maria Yosepha Bera, RA Hijrah Kurnia/Nunu dan Esti Tanzil.
“Mereka diperiksa sebagai saksi,”kata Kepala Pusat Penerangang Hukum Kejagung, Harry Setioyono di gedung Bundar, Jakarta, Selasa (28/01).
Selanjutnya, 2 orang saksi yang berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu Halim Haryono. Serta Tiga saksi lainnya yaitu Muhammad Karim, Ferry Budiman Tanja Tan dan
Arif Budiman.
Termasuk memeriksa komisaris utama PT. Corfina Capital, Suryanto Wijaya. Serta Ketua KSO Duta Regency Karunia Metropolitan Kuningan Property, Tan Kian juga sebagai saksi untuk kasus serupa yang saat ini menjadi perhatian khalayak ramai lantaran uang nasabah PT Jiwasraya yang diduga menjadi bancakan para petinggi perusahaan berpelat merah tersebut.
Sebelumnya Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan kasus Jiwasraya dengan Nomor: PRINT – 33/F.2/Fd.2/12/ 2019 tertanggal 17 Desember 2019.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi, di antaranya penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial.
Dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, sisanya 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Selain itu, penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2 persennya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja baik. Sementara 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.
Akibatnya, PT Asuransi Jiwasraya hingga Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun (BAS)