Diduga Peras 64 Kepsek SMP, Kejagung Jebloskan Kajari INHU Dan 2 Kasie Ke Rutan Salemba

oleh -646 views

Mantan JAM Datun diera Jaksa Agung  Basrief Arief itu mengatakan dirinya tidak segan-segan akan membinasakan jajarannya jika terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar pidana atau menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. “Kalau tidak bisa dibina ya kita binasakan saja,”kata Burhanuddin kepada awak media beberapa waktu yang silam.

JAKARTA (BOS)–Statmen keras Jaksa Agung, Santiar Burhanddin untuk membersihkan institusinya dari perbuatan tercela oknum jaksa yang menyalahgunakan kekuasaanya sebagai penegak hukum untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya kembali terbukti.

Mantan JAM Datun diera Jaksa Agung  Basrief Arief itu mengatakan dirinya tidak segan-segan akan membinasakan jajarannya jika terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar pidana atau menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. “Kalau tidak bisa dibina ya kita binasakan saja,”kata Burhanuddin kepada awak media beberapa waktu yang silam.

Kali ini, 3 oknum jaksa yang mencoreng nama baik korps Adhyaksa diduga memeras 64 Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se Kabupaten Indragiri Hulu (INHU)  terkait dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) langsung ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke dalam Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (18/08).

“Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 6 orang saksi dan didukung oleh alat bukti dan barang bukti lainnya serta melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tim penyidik Pidana Khusus menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Inhu) dengan inisial HS, 1 orang Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus dengan inisial OAP dan 1 Kepala Sub Seksi Barang Rampasan dengan inisial RFR sebagai Tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) penyalahgunaan wewenang sebagai Jaksa,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono kepada wartawan di Kejagung, Selasa (18/08).

Menurut Kapuspenkum Kejagung, kasus posisi perkaranya sendiri berawal dari pemberitaan dibeberapa media massa terkait pengunduran diri 64 Kepala SMP se Kabupaten Inhu karena merasa tertekan akibat diperas oleh aparat penegak hukum Kejaksaan Negeri Inhu yang bekerja sama dengan LSM dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Terhadap pemberitaan di media masa tersebut, sambung Hari, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau telah memerintahkan Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Riau untuk melakukan klarifikasi dan hasilnya berkesimpulan untuk dilakukan inspeksi kasus sehingga berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Nomor: 237/L.4/L.1/07/2020 tanggal 21 Juli 2020 telah memerintahkan Asisten Pengawasan untuk melakukan Inspeksi Kasus terhadap:
1. Hayin Suhikto, SH, MH, Kajari Inhu
2. Ostar al pansri, SH, MH, Kasi Pidsus Kejari Inhu
3. Bambang Dwi Saputra,SH, MH, Kasi Intelijen Kejari Inhu
4. Berman Brananta, SH, Kasi Datun Kejari Inhu.
5. Andy Sunartejo, SH. Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Inhu.
6. Rionald Feebri Rinando, SH. MH, Kasubsi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Inhu.

“Hasil dari Inspeksi Kasus tersebut dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang menyimpulkan bahwa terhadap 6 orang pejabat tersebut dinyatakan terbukti
melakukan pelanggaran disiplin/perbuatan tercela sebagaimana di maksud pasal 4 angka 1 dan angka 8 jo pasal 13 angka 1 dan angka 8 PP 53 tahun 2010 tentang disiplin
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menyebutkan setiap PNS dilarang menyalahgunakan wewenang dan menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan atau pekerjaannya,”tegas Hari

Atas dasar LHP Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Riau kemudian Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung sependapat dengan LHP tersebut sehingga kepada 6 orang Jaksa tersebut dijatuhi hukuman disiplin berupa Pembebasan Dari Jabatan Struktural berdasarkan Surat Keputusan Wakil Jaksa Agung R.I. Nomor : KEP-IV-042/B/WJA/08/2020 s/d Nomor : KEP-IV-047/B/WJA/08/2020 tanggal 7 Agustus 2020.

Selain dijatuhi hukuman disiplin sebagai PNS tersebut diatas, karena dalam kasus tersebut terdapat dugaan peristiwa Tindak Pidana Korupsi maka Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung melimpahkan kasus tersebut ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung.

Untuk diketahui pula, sambung, Hari, bahwa permasalahan tersebut juga dilaporkan oleh Inspektorat Kabupaten Inhu ke KPK, oleh karena itu Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus melakukan telaahan terhadap LHP Bidang Pengawasan dan disimpulkan telah cukup bukti adanya dugaan Tipikor maka setelah dilakukan koordinasi dengan KPK.

Kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyidikan dan dilakukan pemeriksaan terhadap 6 orang saksi yang dihubungkan dengan alat bukti dan barang bukti, maka Jaksa Penyidik menetapkan 3 orang Tersangka tersebut dan langsung dilakukan penahanan rumah tahanan negara (Rutan) untuk masa selama 20 hari terhitung sejak tanggal 15 Agustus 2020 sampai dengan tanggal 03 September 2020 di Rutan Kelas I Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Para Tersangka, lanjut Hari, disangkakan melanggar Pasal 12 e atau pasal 11 atau 5 ayat (2) jo ayat (1) huruf b UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hari mengaskan alasan penahanan terhadap para tersangka dengan pertimbangan,sebagai berikut : 1.Alasan obyektif (Pasal 21 ayat (4) KUHAP) bahwa pasal sangkaan terhadap para Tersangka, yakni melanggar Pasal 12 e atau Pasal 11 atau 5 ayat (2) jo ayat (1) huruf b UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP. dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih.

“Alasan subjektif (Pasal 21 ayat (1) KUHAP) dikhawatirkan para tersangka melarikan diri, mempengaruhi saksi-saksi, dan atau menghilangkan barang bukti sehingga dapat mempersulit pemeriksaan penyidikan atau menghambat penyelesaian penyidikan perkara dimaksud,”pungkas Hari (REN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *