BeritaObserver.Com, Jakarta–Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Hukum dan juga Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Satya Arinanto menegaskan Undang-Undang Cipta Kerja dilakukan sebagai sinkronisasi terhadap 70 peraturan perundang-undangan yang materinya cenderung tumpang-tindih.
“Pengertian Omnibus Law adalah suatu undang-undang yang mengatur berbagai hal yang berbeda atau bisa juga satu undang-undang yang diarahkan pada satu alternatif. Misalnya Omnibus Law khusus tentang kekuasaan kehakiman atau pidana,”kata Prof. Satya Arinanto saat menyampaikan pemafarannya pada seminar yang bertemakan Dinamika Undang-Undang Cipta Kerja di Arosa Hotel Jakarta, Selasa (29/8).
Menurut Prof. Satya Arinanto dari perspektif sejarah hukum, pada 1819 sampai 1949 di wilayah Hindia Belanda pernah diberlakukan sekitar 7.000 peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian pada 1995 terhadap sekitar 7.000 peraturan perundang-undangan yang pernah diberlakukan di Hindia Belanda. Dari 7.000 peraturan yang diberlakukan tersebut, masih ada tersisa 400 peraturan perundang-undangan lagi.
“Sebenarnya dari sejarah hukum Indonesia, Omnibus Law bukan hal yang baru,” ujarnya.
Prof. Satya menambahkan, metode Omnibus Law dalam Undang-Undang Cipta Kerja itu sebagai langkah yang tepat. Hal ini menjelaskan bahwa reformasi hukum untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi itu amat multi-sektoral, dan kondusifitas iklim investasi itu ditentukan oleh hukum yang tidak berbelit.
Seminar yang bertemakan “Dinamika Undang-Undang Cipta Kerja” dihadiri audiens dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), PT Damri dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) (REN)