Nyoman Sukena Terancam 5 Tahun Penjara, Komjak : Kejati Bali Bisa Menghentikan Perkara Melalui Pendekatan Obligative Justice

oleh -675 views

BeritaObserver.Com, Jakarta–Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwadi mengaku prihatin atas kasus yang menimpa I Nyoman Sukena tersangka kasus melihara landak Jawa tanpa ijin. Padahal jaksa bisa menghentikan perkara demi kepentingan kemanusiaan melalui asas oportunitas dengan pendekatan Obligative justice.

Pendekatan obligative justice, atau keadilan obligatif, mengacu pada prinsip keadilan yang berfokus pada kewajiban moral dan hukum untuk memenuhi hak dan kewajiban tertentu dalam konteks sosial dan hukum. Dalam pendekatan ini, perhatian utama adalah pada pemenuhan kewajiban yang diatur oleh norma-norma hukum atau etika yang dianggap wajib oleh masyarakat.

Pendekatan ini berusaha menciptakan keseimbangan antara hak individu dan tanggung jawab sosial, dengan fokus pada implementasi kewajiban untuk mencapai keadilan yang diharapkan

“Jaksa bisa menghentikan perkara demi kepentingan kemanusiaan, melalui pendekatan Obligative Justice,”kata ketua Komjak Pujiyono Suwadi saat dihubungi, Rabu (11/9).

Saat ini perkara yang diusut Polda Bali dengan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Bali, masih bergulir di Pengadilan. Dalam persidangan, Sukena pun menangis histeris seusai mengikuti sidang di PN Denpasar pada Kamis (5/9/2024) dan warganet ramai-ramai bersolidaritas memberi dukungan untuk Sukena.

Mereka mengunggah gambar pria tersebut dengan tulisan ‘Bebaskan I Nyoman Sukena’ hingga tagar #KamiBersamaSukena.

Menurut Pujiyono, sesuai dengan fungsi jaksa salah satunya adalah menjalankan tugas untuk mencapai tujuan hukum, yakni kemanfaatan, itulah onligative justice.

Termasuk menghentikan penanganan perkara melalui kebijakan Restoratif Justice yang selama ini kerap dilakukan Kejaksaan sesuai instruksi Jaksa Agung.

Terkait Viral nya vidio tersebut di Medsos dan menyita perhatian masyarakat luas, termasuk keprihatinan Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya,  Pujiyono mengaku ada dilema bagi jaksa yang menangani perkara tersebut.

“Saya dapat memahami keprihatinan publik terhadap kasus Bapak I Nyoman Sukena yang terancam hukuman 5 tahun penjara karena memelihara landak jawa. Kasus ini menunjukkan adanya dilema antara penegakan hukum dan rasa keadilan masyarakat,”ucapnya

Menurutnya, dari sisi normatif, tindakan memelihara landak jawa tanpa izin memang melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf A juncto Pasal 40 ayat (2) UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Undang-undang ini dibuat untuk melindungi kelestarian satwa langka seperti landak jawa,”tukasnya

Namun dari sisi keadilan, sambungnya, perlu dipertimbangkan apakah tersangka, ada Mens Rea.

“Adakah niat dan Motif Pak Sukena untuk melakukan kejahatan, atau tindakannya hanya karena ketidaktahuan, ini harus digali lebih dalam? Kalau engga ada motiv untuk melakukan tindakan melawan hukum ya berarti hanya karena ketidaktahuan,”ujarnya.

Kemudian, apakah dia mendapat keuntungan komersial, kalau berdasar informasi Landak tersebut dipelihara selama 5 tahun tanpa ada niat eksploitasi atau komersialisasi,sehingga ini harus dipertimbangkan.

Selanjutnya, dampak sosial yang berat jika Pak Sukena harus dipenjara, mengingat statusnya sebagai kepala keluarga

Termasuk, mensinkronkan antara tindakan dan niat akan mengkoneksikan kepastian hukum dan keadilan, sehingga tujuan hukum jalan tengah yakni kemanfaatan akan tercapai.

“Kita berharap kalau benar tidak ditemukan niat jahat tersebut, jaksa sebagai dominis litis dan pemegang asas oportunitas bisa mengajukan jalan tengah kemanfaatan ini,”tukasnya

Pujiyono Suwadi menambahkan, agar tidak terjadi lagi pelanggaran memelihara binatang yang dilindungi, pemangku kepentingan harus mensosialisasikan regulasi terkait satwa yang dilindungi ini.

“Pemangku kepentingan harus mensosialisasikan regulasi terkait satwa yang dilindungi,”tutupnya

Dilain pihak, Kajati Bali, Ketut Sumedana saat dihubungi melalui pesan singkat whatsApp terkait apakah pihaknya sudah menyarankan penghentian perkara melalui Restoratif Justice, enggan berkomentar, meskipun pesan tersebut contreng biru alias sudah dibaca.

Sebelumnya, Nyoman Sukena warga dari Desa Bongkasa Pertiwi, Kabupaten Badung, Bali, ditangkap Polda Bali pada 4 Maret 2024 atas laporan masyarakat soal tindakannya memelihara landak Jawa, satwa yang statusnya dilindungi.

Sukena yang bekerja sebagai peternak ayam itu didakwa melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE) dan terancam hukuman lima tahun penjara.

Dari fakta persidangan, pada agenda pemeriksaan saksi pada Kamis (5/9) diketahui bahwa landak tersebut merupakan milik mertua Sukena. Landak itu diamankan keluarganya karena merusak tanaman.

Pria dua anak itu mengaku dirinya tidak mengetahui jika landak yang dipelihara dan dirawat selama hampir lima tahun itu merupakan satwa dilindungi.

Saat ini Nyoman Sukena masih ditahan di Lapas Kelas II-A Kerobokan, Kabupaten Badung, Bali.

Sementara beredar informasi pihak Kejati Bali sudah mengajukan penangguhan penahanan (REN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *