“Kelima tersangka ditahan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih,”kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (18/9).
BeritaObserver.Com, Jakarta–Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menjebloskan Direktur Utama PT. Totalindo Eka Persada (PT. TEP) Donald Sihombing ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK selama 20 hari kedepan.
Donald Sihombing ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan yang merugikan keuangan negara sekitar Rp223 Miliar.
Selain Donald Sihombing, tim penyidik KPK juga menjebloskan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan (YCP); Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Indra S. Arharrys (ISA), Komisaris PT. TEP Saut Irianto Rajagukguk dan Direktur Keuangan PT. TEP Eko Wardoyo ke rutan yang sama.
“Kelima tersangka ditahan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih,”kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (18/9).
Menurut Asep kasus tersebut berawal ketika Direktur Utama PT, Donal Sihombing menawarkan tanah kepada Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) YCP
Kemudian pada sekitar bulan Februari 2019, PT TEP berencana membeli enam bidang tanah milik PT Nusa Kirana Real Estate (PT NKRE) di Rorotan, Jakarta Utara dengan luas sekitar 11,7 Ha seharga Rp950 Ribu/m2 yang akan diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT TEP dengan nilai transksi total Rp117 Miliar.
Selanjutnya pada tanggal 18 Februari 2019, PT TEP mengirimkan surat tentang Kerjasama Pengelolaan Lahan seluas 11,7 Ha yang berlokasi di Jalan Rorotan Marunda, Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dengan harga penawaran Rp3,2 Juta/m2 menggunakan skema KSO (Kerja Sama Operasional) pengelolaan tanah bersama antara PT TEP dengan PPSJ.
Hal ini kemudian direspon YCP dengan mengirimkan Surat Kepeminatan atas penawaran tanah tersebut. Selanjutnya pada tanggal 1 Maret 2019, dilakukan rapat negosiasi harga antara PT TEP dengan PPSJ atas tanah tersebut yang dihadiri YCP dan DNS.
Keduanya menyepakati besaran harga tanah yang akan dilakukan KSO adalah Rp3 Juta/m2. Saat itu PPSJ belum menunjuk KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) untuk menilai harga tanah. Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT TEP.
“YCP dan ISA mengetahui bahwa harga wajar tanah Rorotan ditawarkan oleh PT TEP sebetulnya jauh dibawah harga penawaran PT TEP yakni dibawah Rp2juta/m2,”bebernya.
Padahal Informasi harga wajar sesuai analisis internal dan informasi dari KJPP Wisnu Junaidi telah disampaikan Farouk M Arzby kepada YCP, namun YCP mengabaikan hal tersebut.
YCP bahkan mengarahkan agar tidak perlu menunjuk KJPP independen untuk melakukan penilaian harga wajar tanah, namun cukup menggunakan laporan penilaian KJPP yang ditugaskan oleh penjual PT TEP.
Hal tersebut bertentangan dengan Pergub DKI No. 50 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa BUMD dan Pergub DKI No. 51 Tahun 2019 tentang Penugasan kepada BUMD terkait Penyediaan Rumah untuk MBR.
Pada tanggal 6 Maret 2019, YCP dan DNS melakukan penandatanganan Perjanjian Pendahuluan tentang Perjanjian KSO Proyek Tanah Rorotan antara PPSJ dengan PT TEP.
“Dalam surat perjanjian tersebut, PT TEP mengaku sebagai pemilik sah dan berhak sepenuhnya atas enam bidang tanah seluas 11,7 Ha. Padahal pihak PT TEP mengetahui bahwa saat itu keenam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT TEP,”kata Asep
Selanjutnya PPSJ membayar kepada PT TEP uang muka dengan nilai total sebesar Rp30 Miliar atas Perjanjian KSO ini. Namun, karena tidak mendapat persetujuan Dewas PPSJ, perjanjian KSO ini kemudian dibatalkan dan uang muka dikembalikan oleh PT TEP kepada PPSJ.
YCP kemudian memerintahkan agar transaksi tersebut diubah dari skema KSO menjadi skema beli putus tanah tanpa melakukan proses beli putus tanah dari awal sesuai dengan ketentuan yang berlaku di PPSJ. Pembayaran uang muka Tahap 1 Kerja Sama Operasi (KSO) sebesar Rp20.000.000.000,00.
Kemudian pada tanggal 6 Maret 2019 dan pelunasan tahap I sebesar Rp10.000.000.000,00 pada tanggal 8 Maret 2019 tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. YCP dan DNS melakukan penandatanganan enam Akta PPJB atas enam bidang tanah Rorotan antara PPSJ dan PT TEP. PPSJ juga membayar uang muka pembelian tanah kepada PT TEP sebesar Rp150 Miliar walaupun saat itu PT TEP belum melunasi kewajiban pembayaran tanah kepada PT NKRE.
Pada periode bulan April sampai dengan September 2019, PPSJ telah melakukan beberapa kali pembayaran senilai Rp201 Milyar kepada PT TEP.
“Dengan demikian, total pembayaran untuk tanah seluas 11,7 Ha dari PPSJ kepada PT TEP adalah Rp351 Miliar,”ucapnya.
Pada tanggal 22 Februari 2021, PPSJ melakukan pelunasan atas penambahan luas tanah Rorotan dengan membayar Rp14 Miliar kepada PT TEP. Dengan demikian, total uang pembayaran yang telah dikeluarkan PPSJ kepada PT TEP untuk pembelian tanah Rorotan seluas 12,3 Ha (11,7 Ha luas awal ditambah 0,6 Ha penambahan luas pasca pengukuran ulang) adalah Rp370 Miliar.
Penandatanganan enam AJB antara PT TEP dengan PPSJ untuk jual beli tanah tanah Rorotan, Jakarta Utara dengan luas total 12,3 Ha. YCP menentukan lokasi lahan Rorotan yang akan dibeli secara sepihak tanpa didahului kajian teknis yang komprehensif meskipun kondisi lahan berawa dan membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar.
Selain itu, kondisi lahan tidak memenuhi kriteria teknis lahan Rumah Susun Sederhana (Rusuna) sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 3 Pergub DKI No. 27 Tahun 2009 tentang Pembangunan Rumah Susun Sederhana
“Penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan lahan Jl. Rorotan-Marunda 11,7 Ha yang dilakukan YCP tersebut diduga dipengaruhi dan terkait adanya penerimaan fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada,”ujar Asep
YCP diduga menerima valas dalam denominasi SGD sejumlah Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. Selain itu, YCP juga diketahui mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.
Pembelian aset YCP berupa 1 rumah dan 1 unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi EKW (Direktur Keuangan PT TEP) dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut.
“Kerugian yang ditimbulkan atas kasus tersebut sebesar Rp 223 miliar atau Rp223.852.761.192,”pungkasnya
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Seperti diketahi pasca di PHK di tempatnya bekerja, PT. Total, Donald Sihombing mendirikan PT PEP pada tahun 1995 .
Kemudian pada 31 Oktober 1996, PT PEP mendapatkan proyek pembangunan konstruksi Mal Taman Anggrek (MTA) yang dimiliki oleh Grup Mulia.
Selain itu, PT Totalindo Eka Persada juga dipercaya mengerjakan proyek pembangunan Gedung Kartika yang saat itu Jaksa Agungnya dijabat Prasetyo.(REN)