Komjak Desak DPR Tolak RUU KUHAP Pasal 6 Terkait “Hilangnya” Kewenangan jaksa Sebagai Penyidik Tipikor

oleh -665 views

BeritaObserver.Com, Jakarta–Ketua Komisi kejaksaan (Komjak), Pujiyono Suwadi mendesak DPR RI agar tidak menyetujui draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) pasal 6 tentang penyidik tindak pidana korupsi yang tidak ada lagi penyidik dari Kejaksaan.

Dalam draf RUU KUHAP pasal 6 tentang penyidik tertulis (1) Penyidik terdiri atas: a. Penyidik Polri, b. PPNS; dan c. Penyidik Tertentu. Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),

‘Hilangnya’ alias tidak tertulis penyidik dari unsur Kejaksaan disebut menghapus kewenangan korp Adhyaksa dalam melakukan penyidikan kasus korupsi. Apalagi saat ini Kejaksaan yang dipimpin ST Burhanuddin sedang gencar-gencarnya membongkar mega korupsi melalui bidang Pidsus yang dipimpin Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Ardiansyah yang merugikan keuangan negara ribuan Triliun.

“Jika ini disetujui itu bisa dianggap sebagai upaya memberikan impunitas bagi koruptor. Apalagi hal tersebut dinilai bertentangan dengan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang memberi kewenangan kepada jaksa dalam menangani tindak pidana khusus, termasuk korupsi,”kata Pujiyono  kepada wartawan, Senin (17/3)

Pujiyono pun mendesak DPR RI, khususnya Komisi III, untuk membuka draf RUU KUHAP secara resmi kepada publik agar bisa mendapat masukan yang lebih luas.

“Kita minta DPR RI membuka draf secara official. Jika ada masukan masyarakat, akan lebih baik. Jadi membuka partisipasi publik lebih banyak, karena kita ingin meletakkan hukum formil, mendampingi KUHP yang bukan hanya untuk 5 tahunan, bisa 70 tahun,”kata Pujiyono kepada wartawan.

Dia juga menilai hal ini akan menjadi pukulan mundur bagi semangat pemberantasan korupsi yang saat ini sedang digencarkan oleh Kejaksaan Agung. Apakah ini diterjemahkan menjadi bagian dari nanti koruptor mendapatkan impunitasnya, bisa jadi begitu.

“Kita juga diskusi dengan jaksa, itu dianggap bagian dari amputasi kewenangan jaksa dalam penindakan korupsi. Apakah ini diterjemahkan sebagai kemenangan koruptor? Masyarakat yang menilai,”tegas Pujiyono yang juga Guru Besar Fakultas Hukum (FH) UNS ini

Pria yang dilantik Presiden Jokowi sebagai ketua Komjak ini berharap DPR RI dapat memastikan kewenangan Kejaksaan dalam penanganan tipikor tetap diatur secara jelas dan tegas dalam RUU KUHAP yang baru. DPR RI diminta tak berdalih dengan alasan sudah ada UU khusus yang menyatakan kejaksaan bisa menangani tipikor.

“Jadi jaksa punya kewenangan pemberantasan korupsi di hukum materiil maupun formil. Jadi anggapan publik bahwa kejaksaan diamputasi di RUU KUHAP itu tidak jadi kenyataan. Kita anggap ini salah ketik saja, jaksa belum dimasukkan,” harapnya.

“Sekali lagi saya berharap Komisi III DPR RI membuka secara official dan melibatkan partisipasi publik seluas-luasnya, khususnya soal semangat pemberantasan korupsi. Janganlah kewenangan jaksa dihilangkan,” tambah dia.

Menurut Pujiyono, kejaksaan selama ini telah menunjukkan kinerja yang luar biasa dalam pemberantasan korupsi, terutama tentang penanganan kasus-kasus besar atau yang dikenal sebagai ‘Big Fish’. Oleh karenanya, ia menyayangkan jika RUU KUHAP menghapus kewenangan kejaksaan dalam menindak kasus korupsi.

“Jika di KUHAP tipikor tidak menjadi kewenangan kejaksaan, ada agenda apa? Sementara di sisi lain, lembaga penegak hukum yang lagi getol memberantas korupsi harus diakui kan Kejaksaan Agung dengan kasus Big Fish yang ditangani,” kata Pujiyono.

Selain itu, sambungnya, meski kewenangan Kejaksaan diatur dalam UU Kejaksaan, namun perlu diatur dalam KUHAP. Sebab, tindakan Kejaksaan dalam menangani tipikor akan mudah digugat melalui praperadilan atau eksepsi di persidangan jika tidak diatur dalam KUHAP.

Apalagi bila di undang-undang induk, KUHAP itu tidak ada kewenangan kejaksaan dalam penanganan korupsi, tidak implementatif. Jika diimplementasikan pasti menimbulkan celah,” KUHAP ini menjamin berlakunya hukum materiil kita, yaitu KUHP, UU Tipikor, UU Narkoba, UU HAM berat, yang nanti penanganannya didasarkan KUHAP kita. Kalau dasar KUHAP tidak ada, jadi persoalan,” lanjutnya.

Karena itu Pujiyono menghimbau kepada masyarakat untuk senantiasa mengawal RUU KUHAP. Dengan desakan dari berbagai pihak, diharapkan RUU KUHAP yang baru dapat memperkuat sistem hukum pidana Indonesia serta menjaga integritas Kejaksaan dalam memberantas korupsi.

“Meski tidak punya niat menghilangkan, tapi di KUHAP harus di-mention secara klir, Kejaksaan punya kewenangan pemberantasan korupsi. Kita juga butuh dukungan publik agar RUU KUHAP tetap dikawal,”pungkasnya

Seperti diketahui beredar draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) terbaru. Dituliskan, jaksa hanya menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.

Aturan itu tertuang dalam draf RUU KUHAP pasal 6 tentang penyidik.
Pasal 6
(1) Penyidik terdiri atas:
a. Penyidik Polri;
b. PPNS; dan
c. Penyidik Tertentu.
(2) Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penyidik utama yang diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
(3) Ketentuan mengenai syarat kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, serta sertifikasi bagi pejabat yang dapat melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (REN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *