BeritaObserver.Com, Jakarta— Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dibawah pimpinan Patris Yusrian Jaya kembali bertindak tegas menjebloskan General Manager Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom tahun 2017-2020 berinisial AHMP tersangka kasus dugaan korupsi proyek fiktif di PT Telkom Indonesia (Persero) yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 431 miliar ke Rumah Tahanan Negara cabang Salemba Kejaksaan Agung.
“Tersangka AHMP, ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung,”kata Asisten Intelijen (Asintel) Kejati DKI Asep Sontani SH MH dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Syarief Sulaiman SH MH dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (8/5)
Selain AHMP, penyidik Pidsus Kejati juga menetapkan dan menjebloskan 8 tersangka lainnya ke rutan. Mereka adalah HM selaku Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom tahun 2015-2017, AH selaku Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara tahun 2016-2018, NH selaku Direktur Utama PT Ata Energi, DT selaku Direktur Utama PT International Vista Quanta, KMR selaku Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT. Bika Pratama Adisentosa, AIM selaku Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara, DP selaku Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri dan RI selaku Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya.
Adapun para tersangka yang ditahan penyidik Pidsus Kejati DKJ, yakni AH di Rumah Tahanan Negara Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tersangka HM, NH, DT, KMR, AIM, dan RI di Rumah Tahanan Negara Cipinang.
Sementara tersangka DP menjadi tahanan Kota Depok dengan pertimbangan alasan kesehatan yang membutuhkan perawatan intensif dari dokter
Sementara terkait kronologis kasus tersebut, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Syahron Hasibuan mengungkapkan kasus tersebut berawal pada 2016-2018.
Dimana saat itu, Telkom bersepakat dengan sembilan orang pemilik perusahaan untuk kerja sama bisnis menggunakan anggaran Telkom. PT Telkom kemudian menunjuk empat anak perusahaan, yaitu PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta.Padahal berdasarkan AD/ART serta peraturan lainnya, PT Telkom Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, sehingga PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk melaksanakan usaha di luar core bisnisnya.
Selanjutnya, empat anak perusahaan Telkom menunjuk sejumlah vendor yang berafiliasi dengan sembilan perusahaan swasta yang sudah diatur sebelumnya. Mereka kemudian bekerja sama melaksanakan pengadaan yang ternyata fiktif.
Nilai proyek kerja sama sembilan perusahaan tersebut dengan empat anak perusahaan PT Telkom Indonesia tercatat sebesar Rp 431.728.419.870.
Kesembilan perusahan tersebut antara lain sebagai berikut; 1. PT ATA Energi, melaksanakan pengadaan Baterai Lithium Ion dan Genset dengan total nilai proyek sebesar Rp 64.440.715.060; 2. PT International Vista Quanta, melaksanakan penyediaan Smart Mobile Energy Storage dengan total nilai proyek sebesar Rp 22.005.500.000; 3. PT Japa Melindo Pratama, melaksanakan pengadaan material, mekanikan (HVAC), elektrikal dan elektronik di proyek Puri Orchad Apartemen, dengan total nilai proyek sebesar Rp 60.500.000.000.
Berikutnya; 4. PT Green Energy Natural Gas, melaksanakan pekerjaan BPO instalasi sistem gas processing plant-Gresik well head 3, dengan total nilai proyek sebesar Rp 45.276.000.000; 5. PT Fortuna Aneka Sarana Triguna, melaksanakan pemasangan smart supply change management, dengan total nilai proyek sebesar Rp 13.200.000.000; 6. PT Forthen Catar Nusantara, melaksanakan penyediaan resource dan tools untuk pemeliharaan civil, mechanical & electrical (CME), dengan total nilai proyek sebesar Rp 67.411.555.763
Selanjutnya; 7. PT VSC Indonesia Satu, melaksanakan penyediaan layanan total solusi multi chanel pengelolaan visa Arab, dengan total nilai proyek sebesar Rp 33.000.000.000; 8. PT Cantya Anzhana Mandiri, melaksanakan pengadaan smart café dan pekerjaan renovasi ruangan The Foundry 8 Kawasan Niaga Terpadu (SCBD) Lot 8, dengan total nilai proyek sebesar Rp 114.943.704.851; dan 9. PT Batavia Prima Jaya, melaksanakan pengadaan hardware dashboard monitoring service & pengadaan perangkat smart measurement CT scan, dengan total nilai proyek sebesar Rp 10.950.944.196.
Para tersangka dijerat pasal sangkaan yakni melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (REN)