JAKARTA (BOS)– Jaksa Agung, HM Prasetyo menyayangkan penolakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjadi eksekutor hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual pada anak. IDI menilai pelaksanaan hukuman, kebiri tersebut, melanggar Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
“Saya pikir enggak semua dokter mengelak dan saya rasa Menteri Kesehatan sudah setuju serta memahaminya betapa pentingnya hukuman tambahan harus dilakukan. Ini kan bicara soal IDI yang terkait profesi,”kata Prasetyo di Kantornya, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Menurut Prasetyo, hukuman kebiri tak akan melanggar peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Alasannya, hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Prasetyo juga menilai, tidak semua dokter yang menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri tersebut. apalagi, Kementerian Kesehatan sudah setuju serta memahami betapa pentingnya hukuman tambahan ini harus dilakukan.
“IDI itu kan Koordinasi provesi saja kita tentunya koordinasi dengan menteri kesehatan saya pikir menteri kesehatan sudah tahu apa yang mereka lakukan bahwa idi punya sara seperti itu mungkin itu pendapat pengalam mereka tapi sesungguhnya kan sudah diatur undang-undang,”tegasnya
Menurutnya, dengan terbitnya Perpu tersebut, sebagai pokok tambahan untuk mencegah semakin banyaknya korban kekerasan seksual pada anak.
“Ya itu tambahan hukuman kebiri kan itu kekosongan hukumnya disana. Ini saya bicara jangan cuman pelakunya saja kita pikirkan, korban kejahatan juga. Ini tentunya apa yang dikeluarkan Perppu ini ada latarbelakang penyebab seperti apa, kejahatan seksual masif dan luar biasa. Untuk pelaku anak anak beda dengan pelaku dewasa apalagi pelaku dewasa berulang kali dan korbannya sudah puluhan kali masa kita biarkan gitu saja. Kita inginkan dengan adanya kebiri bisa berikan dampak prefensi dan orang lain yang akan lalukan begitu akan berfikir seribu kali,”pungkasnya
Seperti diketahui, saat keterangan pers, Kamis 9 Juni 2016, IDI menolak untuk terlibat dalam eksekusi kebiri kimiawi. Meski IDI mendukung keputusan pemerintah untuk menerbitkan Perppu tersebut termasuk adanya hukuman tambahan di dalamnya yang diteken Presiden Jokowi tersebut.
Permintaan kepada pemerintah itu dilandaskan pada fatwa Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran (MKEK) nomor 1 Tahun 2016 tentang Kebiri Kimia yang juga didasarkan pada Sumpah Dokter serta Kode Etik Kedokteran Indonesia (BAR)