JAKARTA (BOS)– Bambang Hartono kuasa hukum Muhammad Irfan (swasta) tersangka kasus dugaan penjualan Aset Fasum (Fasilitas Umum) dan Fasos (Fasilitas Sosial) milik Pemprov DKI seluas 2. 975 m2, di Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan mendesak kejaksaan Negeri Jakarta Selatan agar mengusut aktor utama penjualan aset milik Pemrov DKI Jakarta.
Alasannya, kliennya (Irfan-red) yang notebenenya berprofesi tukang ojek bukanlah aktor utama dalam kasus tersebut.
“Kami minta keadilan kepada Kejari Jaksel, untuk mengungkap pelaku u
tamanya, jangan hanya klien kami saja yang tukang ojek saja, yang dijadikan tersangka,”kata Bambang Hartono kuasa hukum Irfan yang berasal dari kantor pengacara Denny Kailimang kepada beritaobserver di Jakarta, Kamis (01/09).
Selain IF, tim Jaksa Pidsus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah menetapkan pegawai Negeri Sipil dari BPN AS sebagai tersangka. Namun, hingga saat ini, baru IF yang ditahan. Sementara AS belum ditahan.
Bambang mengungkapkan aktor utama yang bermain dalam pusaran kasus penjualan aset pemrov DKI Jakarta yang berupa lahan Fasos dan Fasum itu yang ditaksir merugikan keuangan negara sekitar Rp 150 miliar itu, berinisial D.
“Orang yang membiayai pengurusan sertifikat pelakunya berinisial D. Klien kami memang memang menerima 500 juta dari D, tetapi itu untuk uang jasa. Itu juga tidak semuanya. Kalau mau liat fakta, jaksa harus melihat surat-surat sertifikat tersebut, siapa saja yang terdaftar dalam sertifikat itu. Pertanyaannya berani engga menjadikan mereka tersangka,”sindir Bambang.
Selain itu, Bambang Hartono mengungkapkan, meski kliennya menandatangi surat ahli waris surat tanah tersebut, bersama saudara-saudaranya, namun, sejak sertifikat itu jadi, Irfan tidak pernah memegang sertifikat tanah tersebut.
“Memang Klien kami, menerima uang uang dari D. Tetapi buat buat BPHTB (Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, membayar PBB, melalui M. Serta membayar pengurusan sertifikat di BPN melalui J,”ungkap Bambang.
Namun sejak dari menandatangi ahli waris hingga sertifikat tanah tersebut selesai, lanjut Bambang, kliennya, tidak pernah memegang sertifikat tersebut.
“Irfan tidak pernah memegang sertifikat, termasuk 8 sertifkat yang telah dipecah-pecah kebeberapa orang” tegas Bambang.
Oleh karena itu, lanjut Bambang, dirinya meminta jaksa yang menyidik perkara tersebut untuk mengusut keterlibatan pihak lain yang namanya juga tertera dalam sertifikat tersebut.
“Selain D, dalam sertifikat tersebut, ada nama-nama lain. Mereka juga bisa dijadikan tersangka, minimal dimintai keterangannya sebagai saksi. Kami minta keadilan penegakan hukum jangan tebang pilih,”tandasnya.
Seperti diketahui, dalam kasus ini, Kejari Selatan telah menentapkan Muhammad Irfan (swasta) ke tahanan. Irfan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penjualan Aset Fasum (Fasilitas Umum) dan Fasos (Fasilitas Sosial) milik Pemprov DKI seluas 2. 975 m2, di Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Saat ini Irfan yang merupakan putera ahli waris Rohani, sudah dijebloskan di Rutan Salemba Cabang Rutan Kejari Jaksel, Senin (25/7).
Selain Irfan, tim penyidik juga telah menetapkan tersangka dari unsur pemerintah, AS pejabat BPN Jaksel, yang kini bekerja di BPN Jakpus.
Atas kasus tersebut, Irfan dijerat dengan pasal 2 ayat 1, pasal 18 ayat 1 UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001. Juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan subsidiair pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 (BAR)