JAKARTA (BOS)
Hanafi Rais, anggota Komisi I DPR, menilai jika revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52/2000 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi dan Orbit Satelit diperlakukan dikuatirkan hal tersebut akan bertentangan dengan UUD 45 dan UU Telekomunikasi.
“Revisi PP No 52/2000 dan PP No 53/2000 semangatnya jelas bertentangan dengan UU Telekomunikasi, karena dulunya milik negara tapi sekarang akan banyak operator dan swasta,”kata Hanafi Rais dalam diskusi “Ada Apa RPP Networking dan Frequensi Sharing”di Jakarta, Rabu (05/10).
Perlu diketahui komisi I DPR RI sesuai dengan keputusan rapat Paripurna DPR RI tanggal 4 November 2014, ruang lingkupnya membidangi, pertahanan, luar negeri, Inteljen dan komunikasi dan informatika.
Hanafi menegaskan Revisi PP No 52/2000 dan PP No 53/2000 seharusnya perlu dikoreksi. Pasalnya, apabila tidak dikoreksi, maka akan terjadi ultra liberalisasi bagi industri telekomunikasi di Indonesia. Karena karenanya DPR akan mengoreks RPP tersebut.
“Negara bisa terbeli kalau tidak ada koreksi (revisi PP No 52/2000 dan PP No 53/2000),”pungkasnya.
Hadir dalam acara diskursi “Ada Apa RPP Networking dan Frequensi Sharing” yang diadakan Majalah Forum Keadilan di Jakarta, Rabu (05/10), Danny Buldansyah (Sekjen ATSI), Hanafi Rais (Wakil Ketua Komisi I), Nawir Messi (Anggota KPPU), Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara), Alamsyah Saragih (Anggota Ombudsman) dan Apung Widadi (FITRA)