JAKARTA (BOS)–Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo akhirnya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna menjalani pemeriksaan dirinya sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang dikerjakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) medio 2011-2012.
Agus Martowardojo yang didampingi beberapa orang staffnya, salah satunya, Deputi Director Bank Indonesia, Andiwiana Septonarwanto tiba di gedung KPK, sekitar pukul 09.15 Wib. Tak banyak komentar yang terucap dari mulut Agus.
“Nanti saya akan jelaskan kepada saudara ya. Sekarang saya masuk dulu,”kata Agus Martowardojo kepada awak media yang menunggunya didepan halaman, gedung KPK, Jl Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (1/11).
Terkait surat panggilan yang dilayangkan KPK ke kantor maupun rumah Dinas Agus Martowardojo, Andiwiana menegaskan, pihaknya baru menerima surat panggilan yang pertama dari KPK.
“Surat panggilan yang pertama dan yang kedua, belum pernah kami terima. Jadi menurut kami, ini adalah surat panggilan pertama yang kami terima,”tegas Andiwiana.
Sebelumnya, KPK mengaku pihaknya telah melayangkan surat panggilan terhadap Agus sebanyak 2 kali guna menjalani pemeriksaan dirinya sebagai saksi.
“Memang waktu itu kan minta jadwal ulang pada 1 November 2016. Jadi besok akan dijadwalkan pemeriksaannya,” kata Kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Senin (31/10).
Yuyuk menjelaskan pada intinya pemeriksaan Agus dilakukan lantaran pada saat proyek E-KTP tersebut berlangsung, saat itu, Agus menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu).
Pembahasan proyek e-KTP mulai bergulir pada 2009 silam. Awal pembahasan, posisi Menkeu masih dijabat oleh Sri Mulyani. Namun, tepat pada 5 Mei 2010, Sri Mulyani ditunjuk menjadi salah satu Direktur Pelaksana Bank Dunia. Mulai saat itulah kursi Menkeu dilimpahkan ke Agus.
Seperti diketahui dalam proyek e-KTP sendiri, penyidik KPK sudah menetapkan dua pejabat Kemedagri sebagai tersangka yakni, Sugiharto, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek e-KTP, Irman sebagai tersangka.
Keduanya diduga terlibat dalam kasus tersebut. Pasalnya, denga pihak perusahaan pelaksana untuk menggelembukan beberapa harga pengadaan dalam proyek e-KTP. Dugaan mark up ini diprediksi menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp2 triliun.
Atas dugaan tersebut, keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang diperbaharui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.