JAKARTA (BOS)–Adanya kejanggalan dalam proses penangganan kasus dugaan mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest dengan tersangka Kapten Kapal, Dicke bin Duddu dan 5 ABK lainnya, perlahan-lahan mulai terkuak.
Hal tersebut terungkap di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai Karimun Riua, saat Manager Operasional Avion Shipping (S) Pte Ltd, Singapore, Mr. Dex dari Avion Shipping selaku pihak Freight Agent yang menebitkan dokumen Manifest dihadirkan dimuka persidangan sebagai saksi, Selasa kemarin.
Saksi Mr. Dex, selaku Manager Operasional Avion Shipping (S) Pte Ltd, Singapore, menyatakan, dokumen manifest ada dan sudah diserahkan langsung kepada Dicke bin Duddu, selaku Kapten Kapal SB. Pro Express 03 V.BT2550 di Pelabuhan Internasional Jurong, Singapore berikut Packing List, B/L, Port Clearance Certificate No. E45537 dan Cargo Clearence Permit.
”Sesuai ketentuan hukum di Singapore, bila kapal tidak memiliki manifest maka akan ditangkap oleh otoritas Maritime and Port Authority Pemerintah Republik Singapore, begitu keluar dari pelabuhan Internasional Jurong. Apalagi Kapal SB. Pro Express telah memiliki Port Clearance Certificate No. E45537. Jadi mustahil tidak memiliki manifest. Karena syarat untuk dapat diterbitkannya Port Clearance Certificate diantaranya harus ada manisfest ”kata Mr. Dex saat memberikan kesaksiannya di persidangan PN Tanjung Balai Karimun.
Merunut fakta persidangan, copy original dokumen manifest tersebut diduga sengaja dihilangkan.
Terkait hilangnya manisfets, Dicke bin Duddu sudah melaporkannya ke Polda Kepri (8/1), dan kini masih dalam tahap penyelidikan.
Dicke juga melaporkan oknum petugas Kapal Patroli BC 1305, dan penyidik Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau, ke Polda Kepri, dengan dugaan pidana penyalahgunaan kekuasaan, sebagaimana yang dimaksud Pasal 421 KUHP dan pencurian dengan pemberatan (gequalificeerde deifstal), sebagaimana yang dimaksud Pasal 263 KUHP.
Selain itu, penyidik juga menolak orang yang bernama Awi, staf PT. Oil Niaga Globalindo, selaku consignee yang memegang dokumen lengkap termasuk copy original manifest untuk bersaksi dalam perkara ini, tiga hari setelah terdakwa Dicke bin Duddu dan kawan-kawan ditangkap.
Para terdakwa menyalami keterangan Awi bisa membuat dugaan tindak pidana menjadi terang. Namun, Awi dinyatakan buron (DPO) oleh penyidik Bea dan Cukai, sebagaimana yang tertuang dalam Surat Dakwaan tertanggal 31 Januari 2018. Padahal terkait perkara ini, Awi yang penduduk Batam dan memiliki alamat yang jelas ini tidak pernah dipanggil sekalipun oleh penyidik Bea dan Cukai.
Tidak hanya itu saja, biasanya Untuk memasukan seseorang ke dalam DPO harus dipanggil terlebih dahulu secara patut menurut undang-undang sebanyak 3 (tiga) kali. Bila tidak juga datang setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut secara patut menurut undang-undang, dan tidak diketahui keberadaannya, barulah seseorang bisa di masukan ke dalam DPO.
Tidak hanya itu saja, kejanggalan terjadi ketika penyidik Bea dan Cukai juga menolak saksi Mr. Dex dari Avion Shipping (S) Pte Ltd, Singapore, yang diminta terdakwa Dicke bin Duddu. Melalui persidangan ini terungkap pula penyidik Bea dan Cukai Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau, yang dipimpin Wahyudi Hendro Prasetyo diduga ada memanipulasi pencantuman tanggal BAP saksi.
Hal tersebut terungkap ketika Moh. Joni, Kapten Kapal Patroli BC 1305 bersaksi di muka persidangan. Ia baru di BAP 30 hari setelah penangkapan terdakwa Dicke bin Duddu dan kawan-kawan, namun oleh penyidik Bea dan Cukai tanggal BAP diduga dimundurkan 1 satu bulan.
Selain itu, hilangny tas yang berisi manisfest yang berwarna hitam, di atas kapal SB. Pro Expres 03 V.BT2550 terungkap di pengadilan.
Mengenai adanya tas hitam di atas kapal SB SB. Pro Expres 03 V yang hilang didukung kesaksian Moh. Joni, Komandan Kapal Patroli BC 1305.
Dalam kasus Ini terdakwa didakwa mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 A ayat (2)” atau penyelundupan di bidang impor yang dikualifisir telah melakukan pidana kepabeanan sebagaimana dimaksud Pasal 102 huruf a UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Pasal 55 ayat (1) Kesatu KUHP (BAR)