JAKARTA (BOS)–Sejak program Jaksa Pidana khusus Jaksa Cerdas yang mengutamakan pencegahan tindak pidana korupsi diterapkan diseluruh Indonesia, mulai membuahkan hasil positif.
Berbagai aset milik Pemerintah Daerah (Pemda) yang sebelumnya sempat dikuasai pihak swasta, saat ini aset-aset tersebut sudah kembali kepemilikannya ketangan negara.
Kali ini asset berupa tanah milik Pemda Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah juga kembali menjadi milik Pemerintah Daerah Kalteng.
“Kami bersyukur Kejari Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah
berhasil mengatasi masalah pertanahan di wilayah tersebut melalui formulasi CIA (Corruption Impact Asessment),”kata Staff Ahli Jaksa Agung bidang Pidana Khusus, Sudung Situmorang dalam siaran pressnya yang diterima, Jumat (31/08)
Menurut Sudung melalui formulasi CIA pihaknya bisa mengetahui akar persoalan timbulnya tindak pidana korupsi di tanah air.
“Itulah yang dilaksanakan Kejari Kotim dalam kasus sertifikat tanah di BPN Kotim,” kata Sudung.
Hasilnya, lanjutkan Sudung Situmorang, para terdakwa sudah diproses ke pengadilan.
“Di sisi lain, jaksa juga mencari akar masalah ternyata kepala BPN menerbitkan sertifikat fiktif dan ganda,”ujar Sudung.
Dia menceritakan, pada akhir Juli lalu Kejari Kotim memaparkan kerangka analisis CIA di hadapan Staf Ahli Bupati, Ketua Komisi I DPRD Kotim, Kabag Administrasi Pemerintahan, Kasubag Bantuan Hukum, seluruh Camat, beberapa kepala Desa, dan Kepala BPN Kabupaten Kotim.
Dari pertemuan tersebut, Kejari Kotim, mengusulkan
pemkab Kotim menerbitkan regulasi (Perbup/Perda) yang mengatur definisi dan ruang lingkup SPT/SPKT, tatacara pencatatan dan identifikasi obyek tanah, pembiayaan. Penerbitan Buku Register tanah milik pemerintah Kabupaten, bukan milik desa.
Dilain pihak, BPN diminta merevisi SK Pemberian Hak Atas Tanah, apabila diketahui adanya kesalahan prosedur, tindak pidana, juga termasuk membatalkan sertifikat yang telah diterbitkan. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum acara administrasi negara, dimana dalam poin terakhir SK Pejabat TUN terdapat klausul “apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan, keputusan ini dapat ditinjau kembali”.
“Semua pihak kemudian sepakat mengenai pentingnya pembenahan aturan pertanahan di Kabuoatrn Kotim dengan cara membentuk regulasi berupa Perbup atau Perda dan akan melaporkan kepada pejabat atasan yang berkompeten,” tutur Sudung.
Selanjutnya, pada 8 Agustus 2018 Sekda Kotim mengirimkan surat No.02.04/529.2/PEM yang meminta personil Kejaksaan untuk masuk dalam Tim perumus Tata Kelola Pendaftaran Penguasaan Tanah. Kejari Kotim melalui surat No.B-12/Q.2.11/Dsp.1/08/2018 pada 13 Agustus 2018 menyampaikan nama 3 (tiga) orang jaksa yang akan bergabung denganTim perumus Tata Kelola Pendaftaran Penguasaan Tanah Pemkab Kotim.
Lebih jauh Sudung menjelaskan, sejak 2016 Kejari Kotim kerap menerima pengaduan kasus pertanahan. Kejari kemudian menindaklanjuti beberapa kasus, antara lain penyimpangan prosedur penerbitan sertifikat tanah di KM 9,9, penyimpangan prosedur penerbitan sertifikat tanah milik Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Kotim, yang kemudian dijual kepada pihak swasta, pemerasan oleh Lurah Baamang dalam penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT), dan penjualan tanah negara seluas 200 ha oleh Kades Bagendang Tengah.
Selain itu Kejari Kotim juga mendapat informasi foto-foto adanya oknum swasta yang sedang melakukan pemalsuan surat keterangan tanah (SKT) terhadap tanah-tanah terlantar yang tidak diketahui pemiliknya. Mereka melakukan pemalsuan dengan perlengkapan printer dan laptop lengkap di dalam bagasi mobil. Tanah yang dibuatkan SKT palsu ini kemudian dimohonkan penerbitan sertifikat.
“Yang menjadi permasalahan adalah adanya tumpang tindih alas hak, baik berupa SKT dengan SK, ataupun SKT dengan SHM,” katanya.
Pria kelahiran Samosir Yang pernah meraih peringkat pertama pemberantasan tindak pidana korupsi menyaadari, banyaknya laporan dan penanganan perkara pidana di bidang pertanahan ini tidak akan menyelesaikan akar permasalahan yang terjadi apabila diselesaikan kasus perkasus. Satu kasus diselesaikan, kasus yang lain akan muncul. Begitu seterusnya tak akan berhenti.
Oleh sebab itu, Jaksa Agung mendorong pendekatan baru dalam pemberantasan korupsi, bukan lagi kepada tindakan pidana semata, melainkan secara sistematis dalam formulasi CIA.
Berdasarkan strategi CIA ini Kejari Kotim merumuskan, opsi tindakan pidana bersifat ultimum remedium atau upaya terakhir. CIA lebih bermanfaat karena dapat mengidentifikasi penyebab terjadinya tindak pidana, membenahi mekanisme/peraturan yang menjadi penyebab terjadinya tindak pidana, dan mencegah pengulangan tindak pidana.
Sebelumnya melalui program Jaksa Pidsus, Jaksa Cerdas, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim berhasil menyelamatkan aset negara yakni Gedung Gelora Pancasila seluas 7.500 meter persegi dan aset di Jalan Kenari seluas 2.000 meter persegi.
Kedua asset tersebut sudah diserahkan Kejaksaan ke Pemda Jawa Timur (BAS)