JAKARTA (BOS)–Jaksa Agung, HM Prsaetyo mengungkapkan Presiden Joko Widodo sangat memberi atensi terhadap kasus yang menjerat guru honorer, Baiq Nurul terdakwa hukuman penjara 6 bulan terkait kasus dugaan pelanggaran undang-undang IT terkait rekaman pembicaan kepala sekolah terhadap guru yang diduga bernada asusila.
“Beliau punya atensi khusus dan punya perhatian penuh terhadap kasus Baiq Nuril,”kata Jaksa Agung HM Prasetyo kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jumat (12/7).
Menurut Jaksa Agung menegaskan besarnya atensi yang diberikan Presiden Jokowi terhadap Baiq Nuril diketahuinya lantaran dirinya sudah berkomunikasi dengan Presiden melalui telephon.
“Sudah saya sampaikan kepada beliau ya, tentunya kemungkinan yang bisa ditempuh amnesti, dua duanya pengampunan. Yah baik grasi maupun amnesti itu pengampunan hanya grasi itu pertimbangannya dari Mahkamah Agung kalau amnesti pertimbangannya dari DPR, grasi diajukan bersangkutan kalo amnesti itu sepenuhnya hak preogratif presiden, bisa kapan saja kasih kapanpun,”beber Jaksa Agung.
Lantaran hal itulah, sambung Jaksa Agung, intitusinya tidak akan terburu-buru mengeksekusi Nuril ke penjara, meskipun hukumannya sudah inkrah alias sudah berkekuatan hukum tetap.
“Kita menunggu yang pasti kejaksaan tidak terburu-buru untuk eksekusi kita lihat bagaimana rasa keadilan yang berkembang di tengah masyarakat, harus juga kita perhatikan tidak ada unsur apapun yang pasti proses hukumnya sudah tuntas cuma kemungkinan ada upaya yang mau ditempuh, antara lain amnesti,” pungkasnya.
Seperti diketahui kasus yang menjerat Baiq Nuril sebagai terdakwa bermula saat ia menerima telepon dari kepala sekolah bernama Muslim pada 2012. Tanpa disadari Kepsek, Kepsek Muslim bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq. Mengaku merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan tersebut. dan rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Muslim geram.
Tak terima perbuatan Nuril, Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut yang membuat membuat malu keluarganya. Nuril pun duduk sebagai terdakwa. Namun pada tingkat pertama hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Nuril. Tak terima putusan hakim, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi. hasilnya Nuril divonsi Mahkamah Agung 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Tak puas dengan putusan tersebut, Nuril juga mengajukan PK. Namun hakim menolak permohonan PK Nuril dan memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya (BAS