BeritaObserver.Com—Dalam waktu dekat, tiga tersangka kasus dugaan korupsi koneksitas tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123o BT pada kementerian pertahanan tahun 2012 sampai dengan tahun 2021akan duduk dibangku pesakitan sebagai terdakwa.
Pasalnya berkas perkara atas nama Tersangka Laksda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan tahun 2015 – 2017 (selaku PPK), TAVH selaku Managing Director Eurasian Technogy Holdings PTE, Ltd atau Insinyur Sistem Satelit (selaku tenaga ahli satelit yang diangkat oleh PPK) dan Tersangka GKS selaku Direktur (CEO) Navayo International dinyatalan sudah lengkap aliassudah dilimpahkan ke Tim Jaksa Penuntut Koneksitas.
“Berkas dan tersangka serta barang bukti yang dilimpahkan ke Jaksa penuntut umum yakni atas nama Laksda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan tahun 2015 – 2017 (selaku PPK), TAVH selaku Managing Director Eurasian Technogy Holdings PTE, Ltd atau Insinyur Sistem Satelit (selaku tenaga ahli satelit yang diangkat oleh PPK) dan Tersangka GKS selaku Direktur (CEO) Navayo International,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Selasa (2/12).
Anang sapaan akrab Kapuspenkum Kejagung menjelaskan, kasus berawal pada 1 Juli 2016, dimana Tersangka Laksda TNI (Purn) L (Kabaranahan Kemhan RI) selaku PPK mengadakan kontrak antara Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertahanan dengan Tersangka GKS (Direktur Utama Navayo Internasional AG) selaku penyedia barang, tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement for The Provision of User Terminal and Related Service and Equipment) senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.
Diketahui Adapun kontrak dilakukan tidak didasarkan pada ketentuan pengadaan barang dan jasa (Perpres 54 Tahun 2010) yaitu penunjukan Navayo International AG sebagai pihak kedua tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa, dimana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi dari Tersangka TAVH, sehingga barang yang telah diterima tidak dapat dipergunakan karena tidak sesuai dengan spek yang dibutuhkan.
Selain itu sambungnya, berdasarkan hasil penelitian bersama antara Jaksa dan Oditur Militer, telah ditetapkan bahwa lingkungan peradilan yang akan mengadili perkara tersebut adalah Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta sesuai dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor. 229/KMA/SK.HK2.2/XI/2025 tanggal 19 November 2025.
Akibatnya berdasarkan ahli BPKP dan didukung oleh ahli keuangan negara, negara mengalami kerugian sebesar USD 21.384.851,89 atau Rp306.829.854.917,72
Secara rinci pembayaran pokok sebesar USD 20.901.209,9 dan bunga USD 483.642,74 per tanggal 15 Desember 2021.
Atas tagihan kepada negara tersebut, oleh Tsk GKS selaku penyedia barang telah memenangkan permohonan pada arbitrase ICC di singapura (Putusan ICC CASE No.24072/HTG tertanggal 22 April 2021) dan diikuti permohonan penyitaan aset Negara Republik Indonesia yang berada di Paris, Perancis.
Untuk diketahui, perkara ini displitsing menjadi dua berkas yakni atas nama Tersangka Laksda TNI (Purn) L bersama-sama dengan Tersangka TAVH status ditahan di Rutan POM AL dan di Rutan Salemba
Selanjutnya, Tersangka GKS selaku Direktur (CEO) Navayo Internasional AG, tidak ditahan karena masih dalam status DPO (Daftar Pencarian Orang) dan akan disidangkan secara In Absentia.
Para tersangka dijerat pasal tersangka sangkaan yakni pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (REN)
