Beritaobserver.Com–Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman melaporkan dua oknum petugas Bea dan Cukai berinisial AB dan VI yang diduga melakukan pemerasan atau pungutan liar terhadap usaha jasa kurir PT SQKSS di Bandara Soekarno-Hatta ke Kejaksaan Tinggi Banten.
“Kami melaporkan dugaan pungli oknum petugas bea dan cukai ke kejati Banten. kami berharap Kejati Banten menindaklanjuti amanat Presiden Djoko Widodo untuk memberantas dugaan pemerasan dan pungutan liar di pelabuhan-pelabuhan baik udara maupun laut,” kata Boyamin Saiman dalam rekaman vidio visualnya yang dikirimkan melalui Whatssapp, Sabtu (22/1).
Menurut Boyamin, kedua oknum pejabat Bea dan Cukai Bandara Soetta itu memeras pihak perusahaan jasa ekspedisi sebesar Rp5 ribu per kilogram barang yang dikirimkan dari luar negeri. Apablia, tidak dipenuhi, perusahaan jasa ekspedisi tersebut akan ditutup. Total uang yang dikuras oknum tersebut pada satu perusahaan, mencapai hingga Rp1,7 miliar.
Pegiat antikorupsi ini menegaskan pelaporan dugaan pemerasan dan pungli itu merupakan hasil koordinasi dengan Menkopolhukam, Mahfud MD. Sehingga pada 8 Januari lalu dirinya langsung berkirim surat kepada Kejati Banten, melalui sarana media elektronik.
“Dugaan pemerasan atau pungli yang dilakukan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bea dan Cukai yang berdinas di Bandara Soekarno Hatta Tangerang, dimana peristiwa tersebut terjadi pada bulan April 2020 – April 2021 atau tepatnya selama setahun,”bebernya
Dugaan pemerasan dan pungli tersebut, sambungnya, dilakukan dengan modus menekan kepada sebuah perusahaan jasa ekspedisi yaitu PT. SQKSS baik secara tertulis maupun lisan atau verbal. Termasuk tertulis berupa surat peringatan tanpa alasan yang jelas dan verbal berupa ancaman penutupan usaha perusahaan tersebut.
“Semua dilakukan oknum dengan harapan permintaan oknum pegawai dipenuhi oleh perusahaan. Diduga meminta uang setoran sebesar Rp5 ribu per kilogram barang kiriman dari luar negeri. Namun, pihak perusahaan hanya mampu memberikan sebesar Rp1 ribu per kilogram. Oleh sebab itu usahanya terus mengalami gangguan selama satu tahun, baik verbal maupun tertulis.
“Meskipun perusahaan telah melakukan pembayaran dugaan pemerasan atau pungli, menurut oknum tersebut jumlah yang dibayarkan dibawah harapan sehingga akan ditutup usahanya,” tutur Boyamin.
Menurutnya, pihak perusahaan sudah berulang kali menjelaskan bahwa kondisi keuangan sedang sulit karena terpengaruh kondisi Covid-19. Namun hal tersebut tidak menjadi halangan para oknum untuk tetap memeras perusahaan.
Adapun sambungnya, modus dugaan pemerasan atau pungli adalah terlapor menelpon dan meminta pertemuan di TMII Jakarta Timur. Untuk menghilangkan jejak, terlapor pada saat pertemuan meminta agar nomor HP orang keuangan dan staffnya yang terlibat dalam penyerahan uang selama setahun diserahkan dan diganti nomor karena takut disadap
Kedua oknum itu menghubungi pihak perusahaan melalui sambungan telepon untuk meminta ‘persenan’ mereka agar dapat segera diserahkan. Akhirnya terlaksana penyerahan uang dugaan nominal sekitar Rp1,7 miliar itu.
Terkait dugaan pungli, Boyamin menduga masih banyak perusahaan lainnya yang menjadi korban pemerasan dan pungli oleh oknum Bea dan Cukai Bandara Soetta tersebut. Namun yang berani untuk buka suara, hanya satu perusahaan saja. Kemungkinan, perusahaan yang lain lebih memilih tetap mempertahankan kelangsungan usaha mereka. (REN)