Kejagung Garap Mantan Kadiv ARK BRI Terkait Dugaan Korupsi Pemberian Kredit PT Sritex

oleh -1,127 views

“SL selaku Pejabat CRM selaku Kadiv ARK Bank BRI pejabat Penandatangan MAX tahun 2012 diperiksa sebagai saksi,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar 

BeritaObserver.Com, Jakarta–Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus memeriksa Pejabat CRM selaku Kadiv ARK Bank BRI pejabat Penandatangan MAX tahun 2012 berinisal SL sebagai saksi, kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha.

“SL selaku Pejabat CRM selaku Kadiv ARK Bank BRI pejabat Penandatangan MAX tahun 2012 diperiksa sebagai saksi,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (18/6).

Harli Siregar menambahkan, selain pejabat Bank BRI, Tim Penyidik Pidsus yang dipimpin Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah juga memeriksa 2 saksi lainnya. Keduanya yakni RR selaku RM Pembiayaan LPEI tahun 2012 dan Departemen Divisi Pembiayaan tahun 2017 serta AS selaku Staf Keuangan PT Sritex.

Adapun ketiga saksi tersebut diperiksa atas nama Tersangka ISL dan kawan-kawan.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,”pungkasnya

KRONOLOGIS:

Seperti diketahui Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Komisaris Utama sekaligus eks Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, sebagai tersangka kasus korupsi kredit dari PT Bank Jabar Banten (BJB) dan PT Bank DKI Jakarta terhadap Sritex.

Selain Iwan, Kejagung juga menetapkan eks Direktur Utama Bank DKI Zainuddin Mapa dan eks pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial BJB Dicky Syahbandinata sebagai tersangka dalam kasus ini.

Menurut Direktur penyidikan Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, Zainuddin dan Dicky diduga memberikan kredit kepada PT Sritex secara melawan hukum karena tidak didasari analisa yang memadai dan tidak menaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.

Salah satunya, PT Sritex tidak memenuhi syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian menunjukkan Sritex mendapatkan predikan BB- atau memiliki risiko gagal bayar lebih tinggi.

Menurut Qohar, seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A.

Lantaran hal itulah, pemberian kredit ini pun dinilai melanggar standar prosedur operasional bank, Undang-Undang Pebankan, serta penerapan prinsip kehati-hatian. Sementara itu, Iwan selaku Dirut Sritex tidak menggunakan dana kredit dari BJB dan Bank DKI sebagaimana tujuan pemberian kredit yaitu untuk modal kerja.

Tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukkan sebenarnya.

Pada akhirnya, kredit dari BJB dan Bank DKI itu pun macet dan aset Sritex tidak dapat dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil dari nilai pinjaman. Selain itu, aset-aset milik Sritex juga tidak dijadikan jaminan

Kredit itu pun tak kunjung dilunasi hingga akhirnya Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang sehingga pemberian kredit dinilai telah menyebabkan kerugian negara.

“Akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum tersebut yang dilakukan Bank Jabar Banten dan Bank DKI Jakarta terharap Sritex telah mengakibatkan adanya kerugian negara sebesar Rp 692.980.592.188,”kata Qohar.

Para tersangka, Kejagung menaksir dugaan kerugian dalam perkara ini mencapai Rp 692.980.592.188 (REN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *