Kejagung Korek Keterangan Kadev Pembayaran II LPI Terkait Korupsi PT Sritex

oleh -86 views

BeritaObserver.Com–Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa Kepala Departemen Divisi Pembayaran II LPEI Februari 2010 sampai dengan Maret 2015 sebagai saksi kasus korupsi kredit dari PT Bank Jabar Banten (BJB) dan PT Bank DKI Jakarta terhadap Sritex.

“FS selaku Kepala Departemen Divisi Pembayaran II LPEI Februari 2010 sampai dengan Maret 2015 diperiksa, terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Anang Supriatna saat dihubungi Senin (22/9).

Ditegaskan Anang, saksi FS diperiksa untuk berkas perkara atas nama Tersangka ISL dan kawan-kawan.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,”pungkasnya.

Seperti diketahui Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 11 tersangka. Diantaranya Komisaris Utama sekaligus eks Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, sebagai tersangka kasus korupsi kredit dari PT Bank Jabar Banten (BJB) dan PT Bank DKI Jakarta terhadap Sritex.

Mantan Direktur Utama Bank DKI Zainuddin Mapa dan eks pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial BJB Dicky Syahbandinata sebagai tersangka dalam kasus ini.

Menurut Direktur penyidikan Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, Zainuddin dan Dicky diduga memberikan kredit kepada PT Sritex secara melawan hukum karena tidak didasari analisa yang memadai dan tidak menaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.

Salah satunya, PT Sritex tidak memenuhi syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian menunjukkan Sritex mendapatkan predikan BB- atau memiliki risiko gagal bayar lebih tinggi.

Menurut Qohar, seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A.

Lantaran hal itulah, pemberian kredit ini pun dinilai melanggar standar prosedur operasional bank, Undang-Undang Perbankan, serta penerapan prinsip kehati-hatian.

Sementara itu, Iwan selaku Dirut Sritex tidak menggunakan dana kredit dari BJB dan Bank DKI sebagaimana tujuan pemberian kredit yaitu untuk modal kerja.

Tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukkan sebenarnya.

Pada akhirnya, kredit dari BJB dan Bank DKI itu pun macet dan aset Sritex tidak dapat dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil dari nilai pinjaman. Selain itu, aset-aset milik Sritex juga tidak dijadikan jaminan

Kredit itu pun tak kunjung dilunasi hingga akhirnya Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang sehingga pemberian kredit dinilai telah menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 692.980.592.188.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *