BeritaObserver.com – Forum Komunikasi Wartawan Kejaksaan Agung atau Forwaka menggandeng Pusat Penerangan Hukum Kejagung (Kejaksaan Agung) mensosialisasikan KUHP Baru untuk insan pers dalam acara bertajuk “Coaching Clinic Hukum untuk Jurnalis: Memahami Delik Pers dalam KUHP Baru” di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, Senin, 30 Juni 2025.
“Kita perlu memahami dampak regulasi ini terhadap aktivitas jurnalistik,” ujar Ketua Forwaka Baren Siagian dalam sambutannya.
Ia menjelaskan, dalam KUHP Baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 ada beberapa pasal yang dinilai mengancam kebebasan pers, di antaranya Pasal 247, 249 dan 250.
Menurut Baren, pasal-pasal tersebut juga mengandung multi-tafsir, sehingga bisa mengancam kebebasan pers.
“Berangkat dari rasa kepedulian tersebut, hal inilah yang membuat kami selaku pengurus Forwaka menggelar Coaching Clinic Hukum dengan sejumlah narasumber dari pakar hukum pidana, pihak Kejaksaan Agung, dan Dewan Pers,” tutur Baren.
Baren menekankan urgensi sosialisasi KUHP baru, terlebih di tengah masa transisi penerapannya.
Ia menyebut, perubahan signifikan dalam KUHP harus disikapi dengan kesiapan pengetahuan oleh insan pers.
“Kami ingin jurnalis lebih cermat dan profesional, terlebih dalam peliputan yang berkaitan langsung dengan pasal-pasal KUHP,” kata Baren, yang juga Kepala Biro Harian SIB Jakarta.
Baren menjelaskan, Forwaka dan Puspenkum berkomitmen terus mendukung peningkatan kapasitas jurnalis, khususnya mereka yang bertugas meliput di lingkungan Kejagung.
Harapannya, kualitas jurnalisme Indonesia tidak hanya meningkat, tapi juga semakin kuat dalam koridor hukum yang berlaku.
Pada kesempatan yang sama, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan pentingnya sinergi antara dunia pers dan penegakan hukum.
Ia menekankan bahwa kebebasan pers sebagai pilar demokrasi harus berjalan berdampingan dengan tanggung jawab hukum.
“Pers harus memahami konteks hukum yang berkembang agar karya jurnalistik tidak tersandung persoalan pidana,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat membuka kegiatan.
Ia memaparkan, KUHP baru memang tidak secara eksplisit menyebut delik pers dalam satu bab khusus.
Namun, lanjut Harli Siregar, terdapat sejumlah pasal yang dapat berdampak pada aktivitas jurnalistik, seperti pencemaran nama baik (Pasal 310), fitnah (Pasal 311), penyebaran berita bohong (Pasal 263 dan 264), serta penyiaran informasi palsu yang mempengaruhi harga barang atau kurs mata uang (Pasal 265).
Meski demikian, Harli Siregar menggarisbawahi dalam penerapannya, aparat penegak hukum harus tetap memperhatikan kode etik jurnalistik dan asas praduga tak bersalah.
Ia mengusulkan kolaborasi antara Dewan Pers, organisasi profesi wartawan, dan aparat penegak hukum guna merumuskan pedoman implementasi yang adil.
“Perlu ada buku saku atau panduan praktis bagi wartawan agar mereka memahami batasan dan tidak terjebak delik pidana,” tambahnya.
Sosialisasi KUHP Baru itu diisi tiga pembicara yakni Gandjar Laksmana Bonaprapta (Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia), Abdul Manan (Dewan Pers, Bidang Hukum dan Perundang-undangan), dan Neva Sari Susanti, Koordinator pada Jampidum Kejagung.***





