JAKARTA (BOS)–Lewat novel sastra berjudul : The Djaksa: Labirin Prosekutor” wartawan Suara Merdeka, Nurokhman Takwad mengungkapkan beratnya tantangan yang dihadapi seorang Jaksa dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum di Indonesia.
Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka) menyentil kehidupan para penegak hukum yang tergabung dalam Korp Adhyaksa.
Novel The Djaksa bercerita mulai dari isu miring yang dihembuskan calon tersangka dengan mengiming-imingi setumpuk uang haram, hingga konspirasi tingkat tinggi agar kasus yang tengah disidik Jaksa harus dihentikan secepatnya. Namun kisah yang tersaji dalam karya perdana Nurohman, bukanlah untuk mendiskreditkan profesi Jaksa.
Tokoh Jaksa jujur yang dituturkan penulis, disebut bernama Jaksa Samara Kindi. Dalam cerita tersebut, Samara pun dituding menerima setumpuk uang tanpa bukti yang kuat, hingga pemberitaan media massa yang menuliskan isu-isu yang bersifat negatif yang berujung hilangnya jabatan yang selama ini dia pegang dengan amanah.
Hal tersebut terungkap saat acara bedah buku yang digelar di ruangan Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Kamis (22/2:2017) kemarin.
Menurut penulis novel, Nurokhman Takwad menyebutkan dirinya menyusun novel itu selama dua tahun berdasarkan pengalaman tujuh tahun meliput di lingkungan kejaksaan.
“Pengalaman liputan di kejaksaan mengilhami saya membuat karya, karena itu, dalam novel saya, masih banyak kekurangannya,” katanya.
Ayah 2 orang anak ini, berharap agar karyanya diterima semua pihak, tentunya dia juga ingin ada saran dan kritik yang bisa membawa dampak perubahan agar karya-karyanya yang akan dibuatnya lebih sempurna lagi.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Noor Rochmad menilai “Novel The Djaksa: Labirin Presekutor memberikan “nutrisi” yang berkualitas yang mampu menonjolkan nilai-nilai kehidupan sosial melalui narasi kehidupan persahabatan enam insan Adhyaksa yang disajikan secara sederhana. “Sesekali menggelitik, tetapi sepenuhnya sarat makna,” katanya.
Karakter enam jaksa di dalam novel itu, ditambahkan memang belum sepenuhnya mewakili seluruh Jaksa Indonesia tetapi telah mampu memberikan gambaran tantangan yang dihadapi para jaksa ketika menjalankan profesinya.
“Alur cerita yang disajikan juga merupakan ‘cambuk; bagi Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya bagi PJI yang merupakan satu-satunya wadah perkumpulan jaksa Indonesia, untuk lebih peka mendengarkan suara insan Adhyaksa di seluruh penjuru,” katanya.
Sementara itu, Plt, Jaksa Agung, Bambang Waluyo menegaskan arti kata labirin mempunyai makna, berputar putar. “Ibaratnya jika menangkap ikan airnya tidak boleh keruh sedangkan prosekutor berarti dari awal mengikuti sampai ke proses eksekusi. Jadi jabatan jaksa jangan dikomersialkan dan harus mempunyai idealis,” tegas Bambang. Namun, sayang, lanjutnya, ada beberapa kejadian yang pernah saya alami saat bertugas diberbagai daerah. Kalau saja, penulisnya mau Sharing sama saya, novel ini bisa lebih menarik lagi,”ujar Bambang.
Hal senada juga diungkapkan ketua Forwaka, Zamzam Siregar yang juga merupakan penulis cerpen di majalah remaja diera 80-an, Novel The Djaksa Labirin Prosekutor merupakan novel pertama yang mengangkat kisah profesi jaksa dan novel ini merupakan gambaran betapa sulitnya menegakan hukum dan memberantas korupsi di negeri ini.
“Belum pernah saya menemukan novel yang bercerita tentang profesi jaksa, karena itu, saya menyarankan agar semua pihak bisa membaca Novel The Djaksa,” ujar ketua Forwaka, Zamzam Siregar.
Hadir dalam acara louching Novel The Djaksa, Kepala Pusat Penerangan Hukum, Drs, M Rum, Asisten Khusus Jaksa Agung, Asep Mulyana, dan sejumlah pejabat Adhyaksa lainnya (BAR)