BeritaObserver.Com, Jakarta–Kejaksaan Agung melalui tim Penyidik Pidana Khusus memeriksa Direktur PT Khatulistiwa Jayasakti Abadi sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan laptop dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022 diera Menteri Nadiem Makarim yang merugikan keuangan negara sekitar Rp Rp1,980 triliun.
“Tim Jaksa penyidik Pidana Khusus memeriksa Direktur PT Khatulistiwa Jayasakti Abadi berinisial JPBE sebagai saksi,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Anang Supriatna dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (11/9).
Kapuspenkum Kejagung yang akrab disapa Anang menambahkan, Penyidik juga memeriksa DRY selaku Karyawan PT Gamma Persada Solusindo dan JST selaku Head of Corporate Sales Public Sector PT Global Digital Niaga sebagai saksi
Adapun ketiga saksi diperiksa berkaitan dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset Teknologi (DIKBUDRISTEK) Republik Indonesia dalam Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019 sampai dengan 2022.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,”pungkas Anang Supriatna.
Seperti diketahui dalam kasus ini Penyidik Kejagung menetapkan empat orang sebagai tersangka korupsi. Mereka antara lain Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah 2020-2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran.Kemudian Mulyatsyah selaku Direktur SMP Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Kemudian Jurist Tan selaku staf khusus Nadiem serta Ibrahim Arief yang merupakan konsultan mantan Mendikbud Nadiem Makarim periode Maret-September 2020.
Terkait kasus yang menjerat keempat tersangka, Direktur Penyidikan Pidsus Abdul Qohar menyebut mereka bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum.
“Menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarah ke produk tertentu, yaitu Chromebook OS untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK dengan menggunakan Chromebook OS pada tahun anggaran 2020 sampai dengan tahun 2022,” kata Qohar.
“Sehingga merugikan keuangan negara serta tujuan pengadaan TIK untuk siswa sekolah tidak tercapai karena Chromebook OS banyak kelemahan untuk daerah 3T,”kata Qohar.
Dalam kasus ini penyidik menemukan indikasi adanya pemufakatan jahat melalui pengarahan khusus agar tim teknis membuat kajian pengadaan alat TIK berupa laptop dengan dalih teknologi pendidikan.
Melalui kajian itu dibuat skenario seolah-olah dibutuhkan penggunaan laptop dengan basis sistem Chrome yakni Chromebook. Padahal hasil uji coba yang dilakukan pada tahun 2019 telah menunjukkan bahwa penggunaan 1.000 unit Chromebook tidak efektif untuk sarana pembelajaran
Para tersangka bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.
Akibat perbuatan tersebut negara mengalami kerugian Rp1,980 triliun (TON)