“Saat ini khususnya di pertambangan, masih terdapat banyak permasalahan dan sangat berpotensi menimbulkan kerugian negara baik dari aspek penerimaan negara, kerusakan lingkungan dan lebih luas lagi berdampak pada kerugian perekonomian negara,”kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Dr. Febrie Adriansyah
BeritaObserver.Com, Jakarta–Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Dr. Febrie Adriansyah menilai untuk mengantispasi penyalahgunaan tindak pidana Korupsi pertambangan di Indonesia diperlukan Tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) yang profesional.
“Saat ini khususnya di pertambangan, masih terdapat banyak permasalahan dan sangat berpotensi menimbulkan kerugian negara baik dari aspek penerimaan negara, kerusakan lingkungan dan lebih luas lagi berdampak pada kerugian perekonomian negara,”kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Dr. Febrie Adriansyah saat menejadi pembicara pada acara Focus Group Discussion Konstruksi Pemidanaan Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara di di Fairmont Hotel, Jakarta, Senin (6/7)
Febrie Ardiansyah menegaskan Kejaksaan telah menangani enam perkara dengan pembuktian unsur kerugian perekonomian negara dengan total kerugian sangat fantastis yaitu sekitar Rp111,285 triliun namun demikian sampai saat ini kerugian tersebut belum dapat dipulihkan
“Pemulihan kerugian perekonomian negara ini penting untuk segera dilakukan mengingat perekonomian negara sudah diatur secara konstitusional dalam Pasal 33 UUD Tahun 1945, yang semangat dan tujuannya untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat. Sehingga, ketika terjadi perbuatan yang mengakibatkan kerugian perekonomian negara, maka jelas menjadi kewajiban negara untuk melakukan upaya pemulihan kerugian tersebut sebagai bentuk ketaatan terhadap amanat konstitus,” ujar JAM-Pidsus.
Jaksa yang berhasil membongkar mega korupsi di Indonesia ini mengungkapkan bahwa instrumen pemidanaan yang ada saat ini belum dapat menjangkau pada pemulihan kerugian perekonomian negara.
Hal ini, dikarenakan instrumen yang ada hanya berfokus pada penyitaan hasil tindak pidana (proceed of crime) dan alat tindak pidana (instrument delicti) serta sita eksekusi yang hanya terbatas pada pengganti hasil kejahatan yang diperoleh.
Febrie berharap konsep pemulihan dampak atau akibat tindak pidana yang merugikan perekonomian negara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pendekatan pidana dan pendekatan perdata.
“Pendekatan pidana dilakukan dengan menggunakan konsep pemidanaan yang fokus pada pemulihan dampak atau akibat tindak pidana sebagaimana pemidanaan yang dianut dalam Pasal 51 huruf c KUHP dan Pasal 120 KUHP,”ujar Febrie .
Pendekatan pidana sebagaimana dimaksud yakni Konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan dampak atau akibat dari tindak pidana dapat diterapkan dalam penjatuhan pemidanaan tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara.
“Konsep pemulihan pada Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Kehutanan dapat dijadikan rujukan dalam pemulihan kerugian perekonomian negara pada tindak pidana korupsii pada tindak pidana ekonomi yang merugikan perekonomian negara, perlu dibuat rumusan perhitungan denda damai yang proporsional sebanding dengan biaya pemulihan atas kerugian perekonomian negara.
Sedangkan pendekatan perdata menggunakan instrumen gugatan perdata terhadap kerugian perekonomian negara yang timbul sebagai akibat dari tindak pidana yang telah dinyatakan terbukti merugikan perekonomian negara namun belum dibebankan pemulihan kerugian perekonomian negara.
“Oleh karena itu, perlu ada perubahan regulasi dalam pemidanaan tindak pidana yang merugikan perekonomian negara,”pungkas Febrie (REN)