“Kepala Divisi Akuntansi dan Perpajakan PT Antam Tbk, berinisal berinisal HS diperiksa sebagai saksi kasusdugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar
BeritaObserver.Com,Jakarta–Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidi Pidana Khusus memeriksa Kepala Divisi Akuntansi dan Perpajakan PT Antam Tbk sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan tahun 2022.
“Kepala Divisi Akuntansi dan Perpajakan PT Antam Tbk, berinisal berinisal HS diperiksa sebagai saksi kasusdugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keteranganya yang diterima, Selasa (24/9)
Menurut Harli Siregar HS diperiksa untuk berkas perkara atas nama Tersangka HN dan kawan-kawan.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,”pungkasnya
Seperti diketahui dalam kasus ini, tim penyidik Pidsus Kejagung menetapkan 6 Tersangka kasus dugaan korupsi terkait tata kelola emas seberat 109 ton di PT Antam tahun 2010-2021 Keenam tersangka yang menjabat mantan General Manager Unit Bisnis sebagai Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam dari berbagai periode.
Mereka adalah, TK menjabat periode 2010-2011, HN menjabat periode 2011-2013, DM menjabat periode 2013-2017, AH menjabat periode 2017-2019, MAA menjabat periode 2019-2021, ID menjabat periode 2021-2022
Diduga emas seberat 109 ton itu dicetak dalam berbagai ukuran. Emas ilegal itu diedarkan oleh para tersangka di pasar bersamaan dengan logam mulai produk PT Antam yang resmi.
Kasus ini terungkap kasus ini terjadi sejak 2010 hingga 2021, dimana para tersangka melakukan aktivitas ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia dengan logo Antam.
“Tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar,” ujar Kuntadi.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP (REN)