BeritaObserver.Com, Jakarta—Tim Jaksa Pidana Khsusus Kejaksaan Agung yang dipimpin Febrie Adriansyah selaku Jaksa Agung Muda Pidana Khusus korek keterangan mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama akrab disapa Ahok dalam pusara kasus dugaan tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023 yang merugikan keuangan negara Rp193,7 triliun
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung DR Harli Siregar mengungkapkan pemeriksaan Ahok sebagai saksi hampir 8 jam, dari pukul 8.40 Wib sampai pukul 18.00 wib terkait 14 pertanyaan terkait tugas dan fungsi Ahok sebagai Komisaris Utama di PT Pertamina.
“Jadi benar pada hari ini Kamis Ya tanggal 13 Maret 2025. Mulai sejak pukul 8.45 tadi Sampai pukul 18 Ya atau 6 sore, Bahwa penyidik pada Jampidsus telah melakukan pemeriksaan terhadap seorang saksi ya atas nama Basuki Tjahaja Purnama. Bahwa Pertanyaan-Pertanyaan yang diajukan oleh penyidik dalam pemeriksaan ini sesungguhnya masih bersifat Pertanyaan yang umum. Setidaknya ada 14 pertanyaan pokok yang diajukan kepada yang bersangkutan lebih melihat kepada bagaimana tugas fungsi yang bersangkutan sebagai komisaris utama,”kata Harli Siregar di Jakarta, Kamis (13/3)
Harli Siregar menegaskan, kapasitas Ahok dalam perusahaan atau korporasi yang holding PT Pertamina Persero terkait dengan pelaksanaan fungsi dalam konteks melakukan aktivitas pengawasan.
“Ya pengawasan dalam kaitan dengan Importasi atau Tata kelola minyak mentah Dan produk kilang Di sub holding PT Pertamina Patra niaga,”ujar Harli
Terkait apakah ada dokumen yang disampaikan Ahok, Harli mengatakan, belum ada dokumen yang diserahkan Ahok kepada penyidik.
“Nah yang kedua Saya ingin sampaikan bahwa yang bersangkutan juga sesungguhnya pada kesempatan ini belum membawa dokumen-dokumen lebih kepada data yang bersifat Sub holding di Sub holding. Menurut yang bersangkutan bahwa kita masih harus melakukan apa namanya katakanlah pengambilan data di PT Pertamina Di persero,”kata Harli
Untuk selanjutnya, nanti akan dipelajari lebih dalam oleh penyidik. Kemudian bahwa penyidik pada waktunya nanti juga akan tentu melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap yang bersangkutan ketika dokumen-dokumen seperti yang dijelaskan oleh saksi kepada penyidik. Misalnya terkait dengan Notulen-notulen rapat yang dilakukan oleh Direksi atau Komisaris dalam kaitan dengan Tata kelola Minyak mentah Dan produk kilang ini.
“Nah perlu kami sampaikan bahwa sesungguhnya penyidik tentu ingin mendalami bagaimana peran yang bersangkutan sebagai komisaris utama dalam kaitan dengan Import. Katakan kalau import itu kan ada minyak Mentah dan juga produk kilang, nah bahwa kita tadi juga dokumen ini Melihat bahwa yang bersangkutan sesungguhnya mengetahui ada apa namanya Export terhadap Minyak mentah kita,”tukasnya
Ditanya apakah ada kemungkinan Ahok dipanggil kembali, Harli mengatakan semua itu tergantung penyidik, apakah masih akan terus mendalami Keterangan keterangannya atau tidak.
“Sembari kita masih menunggu, dokumen apakah nanti penyidik yang akan secara aktif meminta dokumen itu dan akan mempelajarinya dan tentukan kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap yang bersangkutan,”pungkas Harli
Sebelumnya, Ahok memenuhi panggilan Kejagung guna dimintai keteranganya sebagai saksi dalam pusara kasus dugaan korupsi minyak mentah PT Pertamina yang merugikan keuangan negara nyaris mencapai 1000 triliun.
“Sebetulnya secara struktur kan Sub holding, tapi saya sangat senang kalau bisa membantu kejaksaan. Apa yang saya tahu akan saya sampaikan,”kata Ahok kepada awak media di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (13/3).
Tidak lama berselang Ahok langsung masuk ke gedung berbentuk perahu besar guna menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
6 SAKSI
Selain Ahok, Harli menambahkan penyidik Pidsus Kejagung juga memeriksa enam saksi lainnya. Mereka adalah MPS selaku VP Retail Full Sales-CAT PT Pertamina (Persero) AF selaku Pjs. Manager Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional, HBS selaku Pjs. VP Marketing Strategy-CAT PT Pertamina (Persero), FA selaku Direktur Utama PT Riau Petroleum Rokan, HKR selaku Kasubdit Penerimaan Kekayaan Negara Dipisahkan pada Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan RI dan MIM selaku VP Supply Chain Planning PT Pertamina (Persero) untuk saksi atas nama Tersangka YF dan kawan kawan.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,”tukas Harli Siregar
Seperti diketahui tim penyidik yang dipimpin Jampidsus Febrie Adriansyah menetapkan ketujuh tersangka mega korupsi Minyak mentah di PT Pertamina
Berikut para pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka, mereka adalah Dirut Utama PT Pertamina Patra Niaga berinisial RS, Direktur Utama PT Pertamina International Shoping berinisial YS dan SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW, selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim dan YRJ, selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera dan AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar menegaskan bahwa kasus tersebut menimbulkan kerugian Rp193,7 Triliun
Adapun kerugian bersumber dari komponen antara lain Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp 35 triliun, Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun, Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun.
“Termasuk kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun dan Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun. Total seluruhnya sebesar Rp 193,7 triliun,”beber Qohar.
Qohar mengungkapkan, kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya pemufakatan jahat (mens rea) antara Penyelenggara Negara (Tersangka SDS, Tersangka AP, Tersangka RS, dan Tersangka YF) bersama DMUT/Broker (Tersangka MK, Tersangka DW, dan Tersangka GRJ) sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Pemufakatan tersebut, sambungnya diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (Spot) yang tidak memenuhi persyaratan.
Dimana Tersangka RS, Tersangka SDS dan Tersangka AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
Kemudian Tersangka DM dan Tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan Tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari Tersangka SDS untuk impor minyak mentah dari Tersangka RS untuk impor produk kilang.
Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, lanjut Qohar, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13% s.d. 15% secara melawan hukum sehingga Tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal atau tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (REN)