JAKARTA (BOS)–Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAMWAS) Kejaksaan Agung, M Yusni menegaskan pihaknya akan mendalami dugaan tidak professionalnya Jaksa Penuntut Umum yang menanggani kasus Manifest Kapal SB Pro Ekspres dengan terdakwa kapten, Dicke Bin Duddu dan kawan-kawan.
Bahkan, JAMWAS berjanji pihaknya tidak segan-segan memberikan sanksi kepada jajarannya, apabila diketemukan adanya penyimpangan dalam menangani kasus tersebut.
“Kami akan secara profesional mendalami laporan tersebut, dan bila diketemukan terjadi penyimpangan baik pada tahap pra penuntutan maupun oleh JPU yang menyidangkan akan ditindak tegas, sesuai aturan yang berlaku,”Kata Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAMWAS), M Yusni, SH kepada wartawan di Kejagung, Kamis (31/5/2018).
Sebelumnya kuasa hukum Dicke bin Duddu dan kawan-kawan, Mahatma Mahardhika, SH dalam siaran persnya mengatakan pihaknya telah mrngirimkan durat kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri (30/5/2018), terkait dugaan adanya kelakuan atau tidak professionalnya Kasi Pidsus Kejari Tanjung Balai Karimun, Kicky Arityanto, SH selaku Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus tersebut di Pengadilan.
Mahatma menduga kliennya tersebut korban pengadilan sesat lantaran berdasarkan Surat Dakwaan Nomor: Reg.Perk-PDS – 46/TBK/01/2018, Tanggal 31 Januari 2018, pihak Jaksa menggunakan surat dakwaan yang memuat keterangan yang tidak mengandung unsur kebenaran, dan keliru dalam menerapkan pasal, dalam menyidangkan perkara terdakwa Dicke bin Duddu dan kawan- kawan.
Padahal, sambungnya, dalam perspektif hukum pidana surat dakwaan termasuk akte otentik yang sah.
“Sehingga bila penuntut umum memberikan keterangan palsu atau keterangan yang tidak mengandung unsur kebenaran, yang dituangkan dalam surat dakwaan dalam kasus ini maka JPU bisa dipidana melanggar Pasal 266 KUHP” ujarnya
Mahatma mengatakan dalam surat dakwaan, JPU menuding, Dicke bin Duddu dan kawan-kawan, para terdakwa telah “mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 A ayat (2)” atau penyelundupan di bidang impor yang dikualifisir telah melakukan pidana kepabeanan sebagaimana dimaksud Pasal 102 huruf a UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Pasal 55 ayat (1) Kesatu KUHP.
Namun berdasarkan fakta yang muncul selama persidangan, terungkap JPU telah keliru dalam menerapkan pasal dan surat dakwaan memuat keterangan yang tidak mengandung unsur kebenaran.
“Ini merupakan pengejawantahan adanya kejahatan mafia hukum secara nyata dan kasat mata, yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum dalam perkara ini,” ujarnya.
Menurut Mahatma, jika dilihat dari perspektif uraian perbuatan pada konteks penerapan pasal ini. menurutnya makna “mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 A ayat (2) mengandung arti: “barang-barang impor berupa 24.295 unit (1.115 box) HP dan Dji Spark Fly 144 pcs, yang dibawa dan diangkut oleh para terdakwa dengan memakai kapal SB. Pro Expres 03, tidak tercantum dalam manifest.”
Apalagi jika melihat dari fakta persidangan, Kata Mahatma, Jaksa ternyata tidak pernah membuktikan “barang-barang impor” yang mana saja yang dimaksud, yang dituduhkan tidak tercantum dalam manifest, sebagaimana yang materi termuat dalam surat Dakwaan.
“JPU dipersidangan tidak pernah sekalipun membuktikan dakwaannya,” tandasnya
Selain itu, Mahatma Mahardhika SH, menduga kliennya, Dicke bin Duddu dan kawan-kawan telah menjadi korban praktek “Miscarriage of Justice and Law Enforcement” dan cenderung dapat menciptakan keputusan hakim yang tidak adil dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) sipil dan politik dan murni merupakan sebuah peradilan sesat.
“Secara universal dapat dikualifisikan sebagai rangkaian penegakan hukum yang dapat digunakan untuk menuntut seseorang atas perbuatan yang tidak dilakukannya melalui proses yang tidak adil,” pungkasnya.
Seperti diketahui dalam kasus ini, Jaksa menuding para terdakwa telah mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 A ayat (2)” atau penyelundupan di bidang impor yang dikualifisir telah melakukan pidana kepabeanan sebagaimana dimaksud Pasal 102 huruf a UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Pasal 55 ayat (1) Kesatu KUHP (BAR) sumber FOTO :en.netralnews.com