AII TOLAK PELAKSANAAN EKSEKUSI HUKUMAN KEBIRI

oleh -492 views

JAKARTA (BOS)–Amnesty International Indonesia (AII) menolak pelaksanaan hukuman kebiri melalui penyuntikan cairan kimia yang akan dilakukan oleh Jaksa penuntut Umum selaku eksekutor putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jawa timur, terhadap terpidana kasus pemerkosaan 9 anak perempuan dibawah umur, Muhammad Aris. AII beralasan penghukuman menggunakan kebiri kimia adalah membalas kekejaman dengan kekejaman.

“Kita semua harus bersatu dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak dan tidak ada keraguan sama sekali terkait hal tersebut. Namun, penghukuman menggunakan kebiri kimia adalah membalas kekejaman dengan kekejaman. Itu bukan esensi dari penghukuman dan bukan pula bagian dari keadilan itu sendiri. Otoritas di Indonesia harus mencari alternatif penghukuman lain untuk memerangi kejahatan seksual terhadap anak tanpa harus berujung pada hukuman mati, yang juga masuk dalam kategori penghukuman kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat yang melanggar HAM.”kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam siaran presnya yang diterima, Rabu (28/08).

Menurut AII, penghukuman kebiri kimia melanggar aturan internasional tentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

“Para pelaku harus dihukum berat setimpal dengan kejahatannya. Pemenjaraan dalam waktu yang lama disertai program-program penyadaran yang dapat membuat seseorang menjadi sadar akan perbuatannya dan tidak melakukannya lagi setelah menjalani masa pidana adalah salah satu caranya.”ujar Usman.

Selain itu, sambungnya, perlakukan hukuman kebiri di Indonesia bukanlah solusi yang tepat. Alasannya, ‘cara instan’ tersebut justru menjauhkan pemerintah dari tanggung jawabnya untuk reformasi kompleksitas instrumen hukum dan kebijakan terkait pelindungan anak

“Kami memahami bahwa pemerintah berupaya menunjukkan ketegasannya dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak yang menjadi masalah serius di Indonesia lewat penghukuman kebiri kimia. Namun menurut kami itu adalah ‘cara instan’ yang justru menjauhkan pemerintah dari tanggung jawabnya untuk reformasi kompleksitas instrumen hukum dan kebijakan terkait pelindungan anak. Amnesty International menolak segala bentuk kejahatan seksual termasuk terhadap anak dan meminta pemerintah untuk mengambil langkah yang tepat untuk menghentikan kejahatan seksual.”pungkasnya

Seperti diketahui, terpidana Muhammad Aris, warga Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto dalam perkara ini divonis bersalah karena mencabuli sembilan orang korban yang masih anak-anak oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timut. selain divonis hukuman penjara Aris yang berprofesi sebagai tukang las itu dihukum penjara 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Serta hukuman hukuman tambahan yakni kebiri.

Warga Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto divonis bersalah karena mencabuli sembilan orang korban yang masih anak-anak. Persidangan pemuda berusia 21 tahun itu menggunakan pasal 76 D juncto pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Terkait putusan tersebut, Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto telah meminta sejumlah rumah sakit di wilayah kabupaten setempat untuk melaksanakan putusan inkrah dari Pengadilan Tinggi terhadap terpidana Aris. Namun, tak satu pun yang bersedia mengeksekusinya dengan alasan belum tersedia fasilitasnya. Lantaran hal itulah, Kejari Mojokerto meminta petunjuk ke Kejati Jatim untuk pelaksanaan eksekusinya (BAS)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *