BeritaObserver.com – Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di kasus pagar laut.
Pukat UGM menilai, KPK juga perlu menjerat pejabat tertinggi di Badan Agraria/Pertanahan dan pengusaha di balik kasus itu.
Mereka diduga menjadi aktor intelektual di balik terbitnya sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB) maupun izin pemanfaatan ruang.
“KPK harus masuk kalau memang Bareskrim hanya mau tangani kasus pidana pemalsuannya saja, tidak apa-apa sebenarnya, asalkan KPK mau tangani kasus korupsinya atau Kejaksaan,” kata peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM, Zaenur Rohman, 4 April 2025.
Menurut Zaenur, seharusnya KPK mengangani kasus pagar laut di perairan Desa Kohod bila Bareskrim Polri enggan mengusut dugaan korupsi kasus tersebut.
Termasuk mengusut sosok penerima manfaat, aktor intelektual, aktor pengendali.
Ia menambahkan, Kejaksaan Agung juga dapat mengambil alih penanganan tindak pidana korupsi pada kasus pagar laut.
KPK maupun Kejaksaan Agung harus bisa menjerat pejabat tertinggi di Badan Agraria/Pertanahan dan pengusaha yang menjadi aktor intelektual di balik terbitnya sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB) maupun izin pemanfaatan ruang.
Jika tidak demikian, ia menilai kasus tersebut akan dilokalisir dan dikorbankan para pelaku di level terbawah saja.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mengembalikan berkas perkara pagar laut atas nama tersangka Kepala Desa atau Kades Kohod Arsin bin Asip kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan berkas yang dikembalikan itu atas nama tersangka Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE selaku penerima kuasa.
“Berdasarkan hasil analisis hukum, jaksa penuntut umum (JPU) memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” katanya.
Dia mengatakan berdasarkan hasil analisis JPU pada Jampidum, terdapat indikasi kuat bahwa penerbitan sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), dan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) darat dilakukan secara melawan hukum.
“Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” ucapnya.
Selain itu, JPU juga menemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal.
“Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKKPR laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.
Oleh karena itu, JPU memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi.
“Koordinasi lebih lanjut dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) diperlukan guna memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan,” katanya.
Sebelumnya, Dittipidum Bareskrim Polri menangani kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta autentik atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik terkait dengan penerbitan 263 SHGB dan 17 SHM Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.
Dari pemeriksaan, didapatkan informasi bahwa area pagar laut di Tangerang sudah memiliki SHGB dan SHM dengan rincian 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, sembilan bidang atas nama perseorangan serta 17 bidang SHM yang berasal dari girik. [Sumber:Tempo/Antaranews]***