JAKARTA (BOS)–Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berharap 100 jaksa yang telah dinyatakan lulus Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) mampu memperkuat Kejaksaan dalam melaksanakan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.
“Saya berharap, seluruh Jaksa yang baru saja lulus PPPJ, bisa menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya yang selama ini diperoleh selama proses pendidikan dan latihan sebagai jaksa senantiasa digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan yang dimiliki Kejaksaan RI.,”kata Jaksa Agung, ST Burhanuddin pada acara penutupan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Baru angkatan 76 Gelombang II Tahun 2019 di Badan Diklat Kejaksaan RI, Ragunan, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Kakak kandung TB Hasanuddin ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Diklat Setia Untung Arimuladi beserta segenap jajarannya, Widyaiswara, dan Tenaga Pengajar.
“Atas upaya dan kerja keras dalam memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengalamannya kepada para peserta PPPJ, sehingga siap untuk diterjunkan ke berbagai tempat penugasan di seluruh wilayah Indonesia,” ujar ST Burhanuddin.
Mantan Jamdatun diera Jaksa Agung, Basrief Arief ini mengingatkan bahwa tugas seorang Jaksa selaku penegak hukum, tidak dapat menghindari berbagai tantangan aktual. Ada beraneka ragam, corak dan modus berbagai tindak pidana yang terjadi, terlebih didukung dengan pemanfaatan sarana teknologi informasi yang canggih.
Karena itum seorang jaksa dituntut untuk bekerja secara cermat, cerdas, peka, dan arif, guna menyelaraskan diri dengan dinamika perkembangan agar mampu menangani tantangan dan kendala dalam tugas.
“Demi terselenggaranya penegakan hukum yang mencerminkan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, serta berkorelasi positif untuk memastikan hadirnya tatanan kehidupan bermasyarakat yang aman dan tertib,” ujar Burhanuddin.
Bukan hanya itu saja, lanjutnya, jaksa yang telah menyelesaikan pendidikannya di tahun 2019 ini, dituntut untuk merepresentasikan diri sebagai penegak hukum yang selaras dengan visi dan komitmen pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Maju.
“Para jaksa, Adhyaksa Muda yang saya cintai, di tengah kerja keras untuk memulihkan kepercayaan publik (public trust), kita juga harus jujur mengakui adanya sejumlah fakta dengan masih ditemukannya aparat penegak hukum Jaksa yang menyalahgunakan kewenangan dan melakukan tindakan tercela,” tuturnya.
Jika tidak, lanjut dia, hal itu berdampak pada penilaian atas kinerja penegakan hukum yang terus menjadi sorotan dan mendapat kritik yang mengundang beragam sentimen negatif.
Burhanuddin mengingatkan kepada Jaksa baru agar senantiasa menjadi pelopor perubahan di tempat penugasan masing-masing. Dan secara proaktif mendorong dan menggerakkan perubahan pola pikir (mind set), tingkah laku dan tindakan (behaviour), dan budaya kerja (culture set) untuk menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari praktik-praktik menyimpang.
Para jaksa angkatan 76 ini, lanjutnya lagi, hendaknya berpartisipasi secara optimal dengan berkontribusi positif dalam pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) sebagaimana yang ingin Kejaksaan raih dan wujudkan bersama.
“Ini sebagai bagian dari upaya mempercepat terciptanya reformasi birokrasi yang secara konsisten sedang dan akan terus kita laksanakan,” imbuhnya.
Burhanuddin memberi 4 arahan terhadap Jaksa baru dalam bertugas. Pertama, mampu meningkatkan kompetensi, kapasitas, dan kapabilitas.
“Agar mampu mengatasi segala tantangan dan hambatan demi terlaksananya penegakan hukum yang baik dan professional,” ujarnya.
Kedua, tanamkan integritas dan keyakinan untuk tidak melakukan perbuatan tercela dan menyimpang dalam melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawab.
Ketiga, mewujudkan tekad dan semangat untuk menghadirkan Kejaksaan yang bermartabat dan dipercaya melalui pemikiran, sikap, dan tindakan positif yang bermanfaat bagi masyarakat pencari keadilan.
Burhanuddin berpesan agar menjalankan tugas sebagai ladang pengabdian yang harus dilakukan dengan amanah dan ikhlas, yang kesemuanya tersebut akan dimintakan pertanggungjawabannya di akhirat nanti.
Sementara ditempat yang sama, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia (Kabandiklat) Setia Untung Arimuladi menjelaskan, penilaian prestasi akademik yang diperoleh para peserta PPPJ dilakukan melalui rapat seluruh pejabat struktural Badan Diklat dan para penyelenggara.
Dengan cara melakukan rekapitulasi seluruh nilai yang diperoleh dari widyaiswara dan para pengajar. Rapat itu dilaksanakan pada tanggal 26 November 2019.
“Dalam rangka penentuan peringkat, lanjut mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kajati Jabar) ini, pihaknya telah melakukan audisi terhadap 37 peserta terbaik, dengan para penguji adalah perwakilan dari para Jaksa Agung Muda, Staf Ahli Jaksa Agung dan Widyaiswara. “Sehingga diperoleh 10 peserta terbaik,” ungkap Untung.
Selain itu, Untung sapaan Kabadiklat Kejagung mengatakan, mereka yang mendapat peringkat pertama itu berdasarkan Keputusan Kepala Badan Diklat Kejaksaan R.I. Nomor : Kep-518/I/Itf/12/2019 tanggal 2 Desember 2019.
“Peserta terbaik mendapatkan penghargaan berupa piagam dan trophy Prima Adhyaksa,” sebut Untung.
Sebanyak 1000 jaksa yang mengikuti PPPJ angkatan 76 Tahun 2019 ini berasal dari dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Peserta dibagi dalam 3 kelas.
Selama mengikuti PPPJ, dijelaskan mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) ini, tenaga pengajar di Badiklat terdiri dari Widyaiswara, Pejabat Struktural dan Fungsional di Lingkungan Kejaksaan, akademisi dan Praktisi Hukum.
Ada 10 peserta PPPJ angkatan 76 tahun 2019 ini. Mereka adalah Rizkisyah Karoen Nasution, Christian Dior Parsaoran S, Rizky Putradinata, Devika Beliani, Dewi K, Nathaniel, Dimas Tryanda Sani, Joko Firmansyah, Muhammad Imam Akbar dan Tomy Herlix.
Selain itu terdapat peserta PPPJ yang membuat program aplikasi dan IT yaitu Fajar Kurniawan Adhyaksa membuat aplikasi E-Kompilasi Hukum dan Arge Arif Suprabowo membuat aplikasi E- Asrama dan E-Evaluasi Widyaiswara/Pengajar (REN)